Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Cerita SBY Ketika Menangani Bencana Tsunami Aceh

Kompas.com - 26/12/2014, 18:29 WIB

Sore hari pesawat yang saya tumpangi mendarat di Bandara Lhokseumawe. Begitu sampai di lokasi saya beserta istri dan rombongan segera menemui ribuan saudara-saudara kita yang kena musibah, termasuk yang kehilangan keluarganya. Suasana sungguh memilukan. Kami sapa dan peluk mereka. Saya sampaikan bahwa saya dan para Menteri datang untuk membantu mereka semua.

Menjelang gelap, saya dan rombongan sampai di tempat penginapan ~ di kompleks PT Arun ~ saya segera menggelar rapat. Tentunya semuanya serba darurat. Saya ingin segera mendapatkan laporan dari para pejabat daerah tentang keadaan yang nyata di lapangan, serta tindakan apa saja yang telah dilakukan oleh daerah termasuk oleh jajaran TNI dan Polri. Dengan laporan yang lebih akurat, saya akan lebih fokus untuk meninjau daerah-daerah yang paling parah kerusakannya. Juga yang paling banyak korban jiwanya. Dari situ, kemudian saya bisa mengambil keputusan, termasuk sasaran-sasaran utama operasi tanggap darurat yang mesti segera dilakukan.

Tiga pimpinan daerah memberikan laporan singkat kepada saya, yaitu Pelaksana Tugas Gubernur Aceh Azwar Abubakar, Pangdam Iskandar Muda Mayor Jenderal TNI Endang Suwarya dan Kapolda Aceh Inspektur Jenderal Bachrumsyah. Roman muka ketiga pejabat tersebut nampak tegang dan juga lelah. Saya diberitahu bahwa isteri Mayjen Endang Suwarya hampir tidak selamat akibat hantaman gelombang tsunami yang sangat kuat, sementara salah satu anak Gubernur Azwar Abubakar belum diketahui posisinya. Suara mereka nampak bergetar ketika memberikan laporannya.

Saya menyimak dengan seksama semua laporan dan penjelasan yang diberikan kepada saya. Setelah saya ajukan sejumlah pertanyaan penting, akhirnya saya bisa menyimpulkan dan sekaligus menyampaikan pernyataan sebagai berikut:

"Ini sebuah bencana nasional. Hakikatnya juga krisis nasional. Oleh karena itu yang harus kita jalankan adalah manajemen krisis. Baik pada tingkat Pusat, maupun Daerah."

Semuanya membenarkan. Kemudian saya sampaikan arahan saya lebih lanjut.

"Karena jajaran Pemerintah Daerah saya anggap lumpuh total, maka Pemerintah Pusat akan mengambil alih. Setelah saya tinjau di lapangan esok pagi, saya akan putuskan status bencana ini. Tetapi sementara saya bisa mengatakan bahwa sangat mungkin statusnya adalah bencana nasional."

Seusai rapat, dihadapan staf khusus dan ADC Presiden, saya sampaikan bahwa saya harus turun langsung ke lapangan. "Hands on." Tak cukup hanya menerima laporan semata. Begitu prinsip kepemimpinan yang saya anut dan jalankan selama ini.

Namun, saya juga sampaikan bahwa sebagai Kepala Pemerintahan tugas dan kewajiban saya bukan hanya meninjau dan menangani permasalahan yang ada di lapangan semata, tetapi saya juga bertanggung jawab bahwa pemerintah memiliki kebijakan dan tindakan nasional yang tepat. Termasuk sumber daya yang perlu kita kerahkan. Tentu termasuk pula dukungan anggaran yang diperlukan. Dalam pikiran saya yang harus pemerintah lakukan adalah manajemen krisis tingkat strategis dan berdimensi nasional.


3 Prioritas

Sepanjang malam, di wisma PT Arun Lhokseumawe, saya tidak bisa tidur. Saya gunakan waktu yang amat berharga itu untuk menyusun dan menentukan prioritas dan tindakan penting yang harus segera dilakukan. Setelah saya lakukan analisis secara mendalam, saya tetapkan 3 prioritas utama. Tiga-tiganya harus dilakukan secara terpadu dan bersamaan. Tidak saling menunggu.

Prioritas pertama adalah Operasi Tanggap Darurat, secara internasional sering disebut "Disaster Relief Operations". Yang paling penting adalah menyelamatkan jiwa siapapun yang masih bisa diselamatkan. Kemudian evakuasi dan perawatan para korban luka atau sakit. Juga pemberian makanan, minuman, obat-obatan dan air bersih. Juga menghidupkan kembali listrik dan ketersediaan BBM. Juga menormalisasi transportasi dan telekomunikasi. Pendek kata, dari situasi yang serba darurat secara bertahap harus dipulihkan menjadi normal kembali. Melihat luasnya daerah yang rusak berat serta besarnya kehancuran infrastruktur dan sumber-sumber kehidupan, waktu operasi tanggap darurat ini saya tetapkan 3 bulan. Setelah itu akan berlanjut dengan tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi.

Prioritas kedua adalah pengerahan dan penugasan satuan TNI dan Polri dalam jumlah yang cukup dan dalam waktu yang singkat. Operasi tanggap darurat yang amat besar skalanya tidak mungkin dilaksanakan tanpa pelibatan satuan TNI, Polri dan elemen-elemen lain seperti PMI, satgas PLN, satgas Telkom dan lain-lain. Saya mengetahui bahwa salah satu tugas TNI adalah melaksanakan Operasi Militer Selain Perang, dan salah satu wujudnya adalah operasi tanggap darurat menanggulangi bencana.

Sedangkan prioritas yang ketiga adalah memastikan agar kontak tembak antara TNI dan GAM bisa ditiadakan. Ingat Aceh masih ditetapkan sebagai daerah operasi militer, karena unsur-unsur bersenjata GAM waktu itu juga masih aktif melakukan aksi-aksi bersenjatanya. Sementara itu tidaklah mungkin operasi tanggap darurat bisa dilaksanakan secara berhasil jika pertempuran antara TNI dan GAM masih terjadi.

Dalam kaitan ini saya berencana bahwa sesampainya di Banda Aceh keesokan harinya, saya akan ajak dan serukan agar GAM bisa ikut membantu saudara-saudaranya yang tengah mengalami musibah luar biasa. Saya juga akan serukan kembali untuk dapat mengakhiri konflik secara damai. Sebenarnya, sebulan sebelumnya, bulan November 2004 ~ satu bulan setelah saya dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia, saya telah mengajak GAM untuk kembali mencari jalan bagi pengakhiran konflik bersenjata yang telah berlangsung lebih dari 30 tahun. Dan sejarah juga mencatat bahwa sebenarnya solusi damai hampir terjadi setelah adanya Perjanjian Jenewa akhir tahun 2002. Sayang upaya damai itu kandas karena kurang bulatnya pihak pemerintah untuk mengimplementasikan solusi damai itu, sementara pihak GAM-pun juga tidak konsekuen melaksanakannya.

Oleh karena itu pada saat kampanye Pemilihan Presiden tahun 2004, saya bersama Pak Jusuf Kalla berjanji bahwa jika kami berdua mendapatkan amanah untuk memimpin Indonesia, kami bertekad untuk menyelesaikan konflik Aceh secara damai. Dengan terjadinya bencana tsunami ini, saya punya keyakinan bahwa Allah memberikan jalan bagi berakhirnya konflik yang telah banyak merenggut koran jiwa itu. "New window of opportunity is widely open."

Keadaan Banda Aceh Lebih Memilukan

Esok harinya, 28 Desember 2004, saya sudah mendarat di Banda Aceh. Keadaan lebih menyedihkan lagi. Sepertinya semuanya rata dengan tanah. Kecuali sejumlah masjid, termasuk masjid Baiturrahman.

Saya segera berkeliling Banda Aceh. Rombongan sempat berhenti ketika dihadapan kami ada ratusan jenazah. Saya mengajak untuk berdoa kepada Allah, agar para syuhada itu diterima disisiNya. Menteri Agama Maftuh Basyuni memimpin acara doa itu.

Banda Aceh lengang. Saya temui para korban yang sakit dan luka-luka di Rumah Sakit sementara. Di Bandara sendiri Ibu Ani memeluki banyak sekali anak-anak yang kehilangan orang tuanya. Tangis ada di mana-mana. Meskipun secara lahiriah saya nampak tegar dan terus memberikan instruksi kepada para Menteri dan Pejabat Daerah, tetapi sesungguhnya hati saya pun menangis. Ujian dan cobaan Allah ini sungguh berat.

Setelah cukup berkeliling dan meninjau langsung daerah-daerah yang paling terdampak, termasuk keadaan masyarakat dan infrastruktur yang rusak berat, saya segera menuju ke Posko Sementara yang bertempat di Pendopo Gubernuran. Di situ, meskipun informasi yang yang miliki relatif cukup, tetapi saya persilahkan pejabat yang ada di Posko untuk menyampaikan laporan dan penjelasaannya. Sejumlah tokoh masyarakat yang turut hadir juga saya persilahkan untuk bicara. Memang semuanya amat emosional. Bingung, sedih dan seperti tidak tahu apa yang harus dikerjakan.

Dalam situasi seperti itulah ~ sebagaimana yang telah saya perkirakan ketika saya berada di Lhokseumawe ~ saya harus memberikan instruksi dan arahan secara teknis. Sama sekali saya tidak berbicara yang sifatnya nasional dan strategis. Betul-betul operasional dan teknis. Persis seperti seorang Bupati, atau Dandim, ataupun Kapolres memberikan pengarahan kepada komandan-komandan bawahannya. Pertimbangan saya, kehidupan lokal yang lumpuh harus digerakkan dulu. Kepercayaan mereka harus mulai dibangkitkan. Mereka harus tahu ada Presiden, Menteri dan pejabat lain yang datang untuk mengatasi masalah dan membantu mereka semua. Medan yang saya masuki adalah medan psikologis dan kondisi mental yang mengalami goncangan. Itu yang paling diperlukan.

Di Lhokseumawe saya berjanji bahwa setelah meninjau Banda Aceh akan segera saya tetapkan status bencana gempa bumi dan tsunami yang melanda Aceh dan Nias itu. Di situlah secara lisan saya sampaikan status bencana yang terjadi itu berupa Bencana Nasional. Dengan demikian siapa berbuat apa dan siapa bertanggung jawab tentang apa menjadi jelas. Juga menyangkut penggunaan dan penyaluran anggaran negara.

Satu lagi, yang juga telah ada dalam pikiran saya, di Banda Aceh lah saya ulangi seruan saya agar Pemerintah dan GAM dapat duduk bersama untuk mencari jalan bagi pengakhiran konflik. Atas pertolongan Allah, nampaknya jalan itu terbuka cukup lebar. Sejarah mencatat bahwa hanya dalam waktu 8 bulan akhirnya konflik Aceh bisa kita selesaikan secara damai dan bermartabat.

Sejumlah Persoalan Pelik Menghadang

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Masih Gugat KPU ke PTUN, Nusron: Tak Berpengaruh terhadap Hasil Pemilu

PDI-P Masih Gugat KPU ke PTUN, Nusron: Tak Berpengaruh terhadap Hasil Pemilu

Nasional
Kenakan Kemeja Putih, Prabowo-Gibran Tiba di KPU

Kenakan Kemeja Putih, Prabowo-Gibran Tiba di KPU

Nasional
AHY: Demokrat Siap Sukseskan Program dan Kebijakan Prabowo 5 Tahun ke Depan

AHY: Demokrat Siap Sukseskan Program dan Kebijakan Prabowo 5 Tahun ke Depan

Nasional
Penetapan Presiden dan Wapres Terpilih, Prabowo-Gibran Berangkat Bareng ke KPU

Penetapan Presiden dan Wapres Terpilih, Prabowo-Gibran Berangkat Bareng ke KPU

Nasional
Ganjar-Mahfud Absen saat Penetapan Prabowo-Gibran, PAN: Enggak Ngaruh

Ganjar-Mahfud Absen saat Penetapan Prabowo-Gibran, PAN: Enggak Ngaruh

Nasional
Sudirman Said Sebut 'Dissenting Opinion' 3 Hakim MK Jadi Catatan Pengakuan Kejanggalan Pilpres 2024

Sudirman Said Sebut "Dissenting Opinion" 3 Hakim MK Jadi Catatan Pengakuan Kejanggalan Pilpres 2024

Nasional
Pimpinan MPR: Mooryati Soedibyo Sosok Inspiratif Perempuan Indonesia

Pimpinan MPR: Mooryati Soedibyo Sosok Inspiratif Perempuan Indonesia

Nasional
Anies-Muhaimin Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Sebagai Pemenang Pilpres 2024

Anies-Muhaimin Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Sebagai Pemenang Pilpres 2024

Nasional
AHY: Selamat Pak Prabowo-Gibran, Presiden Terpilih 2024-2029

AHY: Selamat Pak Prabowo-Gibran, Presiden Terpilih 2024-2029

Nasional
Apresiasi Putusan MK, AHY: Kami Tahu Beban dan Tekanan Luar Biasa

Apresiasi Putusan MK, AHY: Kami Tahu Beban dan Tekanan Luar Biasa

Nasional
Di Hannover Messe 2024, Pertamina Patra Niaga Paparkan Upaya Pemerataan Energi Indonesia

Di Hannover Messe 2024, Pertamina Patra Niaga Paparkan Upaya Pemerataan Energi Indonesia

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, Sudirman Said: Tim yang Kalah Harus Hormati Putusan MK

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, Sudirman Said: Tim yang Kalah Harus Hormati Putusan MK

Nasional
Cuti, AHY Akan Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran di KPU

Cuti, AHY Akan Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran di KPU

Nasional
Persiapkan Leaders’ Retreat, Menlu Singapura Temui Menko Airlangga Bahas Kerja Sama dan Isu Strategis

Persiapkan Leaders’ Retreat, Menlu Singapura Temui Menko Airlangga Bahas Kerja Sama dan Isu Strategis

Nasional
Pesan Terakhir Pria yang Ditemukan Tewas di Kontrakan Depok, Minta Jasadnya Dikremasi

Pesan Terakhir Pria yang Ditemukan Tewas di Kontrakan Depok, Minta Jasadnya Dikremasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com