Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Posisi Politik Jokowi-Kalla Terlemah dari Presiden Sebelumnya

Kompas.com - 21/12/2014, 16:29 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dinilai sebagai presiden dan wakil presiden dengan dukungan politik terlemah dibandingkan presiden dan wakil presiden lainnya selama ini. Kendati demikian, dukungan publik terhadap Jokowi-Kalla dinilai masih cukup baik.

"Problemnya, dari sisi dukungan publik, Jokowi-JK ini masih cukup bagus tapi dari sisi dukungan politiknya adalah presiden dan wapres terlemah posisi politiknya karena dukungan di parlemen minoritas," kata CEO Cyrus Network Hasan Nasbi saat memaparkan hasil survei Cyrus mengenai penerimaan masyarakat terhadap pemerintahan Jokowi-Kalla di Jakarta, Minggu (21/12/2014).

Menurut Hasan, dukungan politik Jokowi-Kalla lemah karena partai pendukungnya menjadi minoritas di parlemen. Selain itu, baik presiden maupun wapres dinilainya tidak memiliki kontrol efektif terhadap satu pun partai politik. Jokowi dianggap tidak punya kontrol politik atas PDI-Perjuangan yang merupakan partai politiknya. Demikian juga dengan posisi Wapres Jusuf Kalla di Partai Golkar.

"Jokowi enggak punya kontrol politik loh di PDIP karena yang punya itu Ibu Mega. Begitu pun Pak JK. Dari sisi dukungan publik oke, tapi dari dukungan politik agak lemah," sambung Hasan.

Ia menilai lemahnya dukungan politik terhadap Jokowi-Kalla ini mengkhawatirkan. Pasalnya, tanpa dukungan politik yang kuat, Hasan memprediksi program kerja Jokowi-Kalla tidak bisa berjalan efektif. Sedikit saja konflik terjadi di internal koalisi pendukung Jokowi-Kalla, partai pendukung bisa saja langsung mencabut dukungannya.

"Ini yang akan jadi catatan penting apakah setahun ke depan presiden akan punya kontrol efektif terhadap partai? Ini akan berbahaya karena presiden enggak punya komando apa pun, begitu juga pak JK. Karena enggak punya komando terhadap satu pun partai, SBY saja yang punya kontrol masih bisa dimainin, apalagi yang enggak punya kontrol efektif," papar dia.

Di samping itu, lanjut Hasan, tak ada jaminan jika dukungan publik bisa terus menerus menjadi kekuatan Jokowi-Kalla. Ia menilai, dukungan publik terhadap pemerintahan Jokowi-Kalla bisa saja berkurang dari waktu ke waktu. Memang, dalam dua bulan masa pemerintahannya ini Jokowi-Kalla masih memiliki tabungan dukungan publik yang cukup besar.

"Tapi ini tidak bisa terus menerus bertahan. Ruang toleransi publik akan semakin kecil, ada kebijakan yang enggak populer sedikit saja, akan anjlok. Kalau sekarang ini ruang toleransinya masih cukup besar ya, masih dua bulan memerintah," ujar Hasan.

Pengamat psikologi politik Hamdi Muluk menilai Jokowi-Kalla harus lebih pintar menjaga keseimbangan antara dukungan parpol dengan dukungan publik. Kendati demikian, ia menilai Jokowi-Kalla tidak perlu khawatir dimakzulkan selama masih memiliki dukungan publik. Pemakzulan, kata dia, cenderung berawal dari kemarahan publik terhadap pemerintah.

"Jokowi paham ada gelombang kemarahan publik terhadap DPR, dan kepercayaan publik terhadap Jokowi-JK masih cukup tinggi. Ini kan masih bulan madu ya, publik paham betul belum saat yang tepat menilai kerja Jokowi-JK yang baru dua bulan ini," ucap Hamdi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com