Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penegakan Hukum Mulai Berpengharapan

Kompas.com - 15/12/2014, 14:02 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


KOMPAS.com
- Penegakan hukum sepanjang 2014 mulai memberikan harapan. Sejumlah sinyal perbaikan ditangkap publik meski masalah mendasar, seperti budaya taat hukum dan mentalitas aparat, masih belum terselesaikan. Publik menaruh harapan besar pada sejumlah kebijakan penegakan hukum yang diambil pemerintah sembari mengapresiasi lembaga hukum yang telah gencar memerangi korupsi.

Evaluasi terhadap kondisi penegakan hukum ini terekam dalam hasil jajak pendapat Kompas yang dilakukan pekan lalu. Berbeda dengan penilaian publik pada jajak pendapat tahun-tahun sebelumnya, mayoritas responden (80,2 persen) saat ini menilai kondisi penegakan hukum selama 2014 berjalan sama baik, bahkan lebih baik, dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Seiring dengan itu, persepsi terhadap lembaga-lembaga hukum juga merangkak naik. Apresiasi tertinggi diraih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang diapresiasi 80,2 persen responden, diikuti Mahkamah Konstitusi (49,9 persen) dan Mahkamah Agung (47,1 persen). Citra kepolisian dan kejaksaan juga meningkat, mencapai angka tertinggi dibandingkan dengan penilaian empat tahun terakhir.

Sejumlah langkah yang diambil pemerintah tampak lebih banyak menuai keyakinan daripada ketidakyakinan publik. Sikap tegas terhadap birokrasi yang korup, penolakan grasi pada terpidana mati narkoba, hukuman berat bagi pelaku kriminalitas menonjol, dan pengangkatan Jaksa Agung HM Prasetyo disetujui publik jajak pendapat. Meski sejumlah kebijakan itu awalnya mengundang pro-kontra, publik pada umumnya masih jauh lebih banyak yang menaruh keyakinan dan kepercayaan kepada pemerintah.

Modal kepercayaan politik yang memadai tampaknya tak disia-siakan pemerintah. Kejaksaan Agung, misalnya, pada 5 Desember lalu menahan mantan Bupati Indramayu Irianto MS Syafiuddin alias Yance, tersangka kasus korupsi pengadaan lahan PLTU Sumuradem. Padahal, kasus Yance yang merupakan Ketua DPD Golkar Jawa Barat itu sudah mengendap lama, sejak ditetapkan sebagai tersangka empat tahun lalu. Kejaksaan negeri dan kejaksaan tinggi di sejumlah daerah juga bergerak mengungkap kasus-kasus korupsi dan menahan para tersangka, baik dari kalangan birokrat maupun swasta.

Penangkapan tersangka dan pengungkapan kasus korupsi memang masih menjadi primadona dalam penegakan hukum. Kehadiran Presiden Joko Widodo dalam peringatan Hari Anti Korupsi yang digelar KPK di Yogyakarta, minggu lalu, mencerminkan langkah politik hukum pemerintah. Di tengah berbagai persoalan fundamental dalam penegakan hukum saat ini, pemihakan pemerintah pada pemberantasan korupsi menjadi langkah positif untuk perbaikan kondisi hukum negeri ini.

Budaya hukum

Salah satu persoalan fundamental yang terus menghantui penegakan hukum adalah budaya taat hukum masyarakat. Sudah menjadi rahasia umum bahwa persoalan hukum kerap dipandang bisa "diselesaikan" dengan ikut sertanya pengaruh kekuasaan, kedudukan, dan uang. Kondisi ini memunculkan apatisme publik saat bersinggungan dengan kasus hukum. Publik jajak pendapat berpandangan, apatisme terhadap sistem hukum formal membuat mereka lebih memilih jalan keluar "informal" yang melanggar hukum.

Dalam berlalu lintas, sikap itu, antara lain, ditemui dalam keengganan untuk berurusan dengan penegak hukum, penggunaan uang suap, dan keengganan menempuh prosedur resmi. Sementara itu, dalam kasus hukum yang bersifat administratif, seperti kasus warisan, pajak, dan perizinan, empat dari sepuluh responden lebih memilih menyelesaikan persoalan dengan negosiasi atau lobi daripada dibawa ke pengadilan.

Dalam benak masyarakat masih tertanam anggapan bahwa jika berurusan dengan aparat penegak hukum, prosesnya akan cenderung berbelit dan memerlukan uang pelicin. Bahkan, sebagian masyarakat beranggapan, besarnya pengorbanan saat berurusan dengan aparat penegak hukum tidak seimbang dengan hasilnya.

Sementara itu, dalam kasus-kasus hukum yang memiliki konsekuensi serius, seperti kasus pidana, korupsi, dan kriminalitas, tujuh dari sepuluh responden mengaku memilih prosedur hukum resmi untuk menyelesaikan persoalan. Salah satu contohnya dalam kasus pidana. Ini sejalan dengan data dari Badan Pusat Statistik, yaitu pelanggaran terhadap ketentuan pidana yang dicatat kepolisian masih sangat tinggi. Pada tahun 2011 ada 347.605 tindak pidana (kriminal) yang terjadi di Indonesia. Jumlah itu turun 1,85 persen pada tahun 2012, tetapi kembali naik 0,27 persen pada tahun 2013.

Aparat hukum

Hasil jajak pendapat juga memperlihatkan, aparat penegak hukum dipandang oleh dua pertiga responden (67 persen) masih gagal mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum.

Ketidakpuasan responden terutama mengarah pada penanganan pelanggaran hak asasi manusia, kriminalitas, dan kasus korupsi. Tujuh dari sepuluh responden menyatakan, proses hukum pada tiga jenis tindak pidana itu tidak memuaskan. Dalam kasus narkoba, 67 persen responden juga menyatakan, penanganan tidak memuaskan.

Di mata publik, selama ini masih cukup lebar terbentang jurang antara harapan masyarakat terhadap aparat penegak hukum dan layanan yang didapat. Proses hukum di negeri ini, mulai dari kepolisian, kejaksaan, hingga kehakiman, dianggap belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan masyarakat. Delapan dari sepuluh responden mengatakan hal itu dan hanya satu dari 10 responden menyatakan sudah memenuhi rasa keadilan masyarakat.

Sejumlah langkah memang mulai mencerminkan ketegasan hukum, seperti dalam peningkatan jumlah hukuman bagi koruptor di pengadilan banding Mahkamah Agung, penjatuhan pidana mati, serta hukuman penjara yang berat bagi terpidana perkara kriminalitas menonjol. Penolakan gugatan atas Nenek Fatimah di Pengadilan Negeri Tangerang, Banten, 30 Oktober lalu, juga menjadi salah satu cermin kepedulian hukum atas rasa keadilan masyarakat.

Namun, hal itu belum menghapus anggapan bahwa penegakan hukum di negeri ini tumpul ke atas (elite dan kaum kaya), tetapi sangat tajam ke bawah (kaum miskin dan rakyat biasa). Prinsip semua sama di mata hukum seakan tidak berlaku. Kasus pencurian pohon mangrove oleh petani Busrin alias Karyo di Probolinggo, Jawa Timur, menjadi contoh. Dia divonis hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar untuk 2 meter kubik batang mangrove.

Masyarakat melihat lembaga penegak hukum masih lebih melayani kepentingan pemilik modal dan elite penguasa saat mereka berbenturan dengan rakyat. Ini terjadi dalam berbagai ranah konflik, baik di bidang perburuhan, agraria, permukiman, maupun pedagang kali lima. Kini, publik menunggu dan berharap berbagai percik penegakan hukum dan pemenuhan keadilan akan semakin mengucur deras di waktu-waktu mendatang.

(Antonius Purwanto/Toto S/Litbang Kompas)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Nasional
MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

Nasional
Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Nasional
Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Nasional
MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

Nasional
Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com