JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi III DPR, Ahmad Basarah, menilai, Mahkamah Konstitusi telah melanggar UUD 1945 dan bertindak arogan terkait penolakan terhadap dua anggota tim panitia seleksi hakim konstitusi bentukan Presiden Joko Widodo, yakni Refly Harun dan Todung Mulya Lubis.
Basarah mengatakan, dalam Pasal 24 C ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945, tidak diatur wewenang MK untuk terlibat atau ikut campur dalam pembentukan pansel maupun penetapan hakim konstitusi oleh presiden.
Basarah menambahkan, pembentukan pansel maupun nantinya penetapan hakim konstitusi dari unsur pemerintah merupakan wewenang Presiden Jokowi yang tidak dapat diintervensi oleh siapa pun, termasuk oleh MK. (Baca: MK Tolak Refly dan Todung, Politisi PDI-P Curiga Ada Kepentingan Hamdan)
Hal tersebut diatur dalam Pasal 24 C ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi "MK mempunyai sembilan orang hakim konstitusi yang diajukan masing-masing tiga orang oleh MA, tiga orang oleh DPR, dan tiga orang oleh presiden."
Untuk menjamin proses penetapan hakim konstitusi yang transparan dan partisipatif, kata Wakil Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan itu, sesuai perintah Pasal 19 UU tentang MK, presiden membentuk pansel untuk membantunya.
Dengan penolakan tersebut, kata Basarah, MK seakan menganggap Presiden Jokowi tidak mampu memilih figur pansel yang independen dan obyektif. Ia meminta Presiden dan tim pansel yang dibentuk untuk tetap bekerja.
Untuk MK, Basarah meminta agar lembaga tersebut mencabut surat penolakannya dan memberi ruang lebar untuk memudahkan kinerja tim pansel dalam memilih hakim konstitusi yang berintegritas.
"Saya mendesak MK untuk segera menarik kembali surat (penolakan) tersebut karena telah meruntuhkan kewibawaan MK sebagai lembaga peradilan yang harusnya bebas dari pengaruh kepentingan politik," ujar Basarah ketika dihubungi, Senin (15/12/2014).
Sementara itu, Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, MK seharusnya membantu mewujudkan proses seleksi yang baik dan bukan sepihak menolak anggota pansel.
Ia curiga penolakan tersebut hanya dilandasi alasan pribadi lantaran keduanya kerap mengkritik keras MK. (Baca: PDI-P Anggap MK Berlebihan Tolak Refly dan Todung sebagai Anggota Pansel)
"Sebaiknya berpikir positif, jangan sampai menggunakan lembaga MK untuk menyampaikan keinginan pribadi," ujarnya.
Sebelumnya, hakim konstitusi menolak Refly dan Todung sebagai anggota pansel. Para hakim MK menilai, pemilihan kedua pakar hukum tersebut dapat memengaruhi proses seleksi yang diharapkan dapat berjalan secara obyektif. (Baca: Hakim Konstitusi Tolak Refly Harun dan Todung sebagai Anggota Pansel Hakim MK)
"Kiranya Bapak Presiden dapat mempertimbangkan kembali kedua anggota pansel, dengan harapan hakim konstitusi yang terpilih, nantinya dapat benar-benar menjaga independensi dan imparsialitas dalam melaksanakan kewenangan konstitusional MK," ujar Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Janedjri M Gaffar, dalam konferensi pers di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (12/12/2014).
Menurut Gaffar, alasan para hakim MK menolak ditunjuknya Todung dan Refly sebagai anggota pansel karena kedua nama tersebut merupakan ahli hukum yang sering beracara di MK. Keduanya beracara baik sewaktu mengajukan persidangan, maupun sebagai pengacara yang membela kliennya di MK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.