"Terlalu terburu-buru, harusnya diteliti dulu. Mungkin ini memperlihatkan dia tegas, tapi kurang mendalami dulu," ujar Andi, saat dihubungi, Selasa (9/12/2014) malam.
Andi mengatakan, tingkatan tindakan melawan hukum oleh terpidana mati beragam sehingga tidak boleh disamaratakan. Menurut dia, bisa saja ada segelintir orang di antara terpidana mati itu yang level kesalahannya lebih rendah daripada yang lain, seperti pengedar pemula atau hanya korban.
"Mestinya didalami satu per satu, jangan-jangan ada di antara mereka yang tidak perlu mati. Masa 64 orang sama semua? Tentu ada perbedaan," kata Andi.
Hukuman mati, lanjut dia, tepat jika dikenakan terhadap bandar besar narkoba yang "licin" dan berkali-kali mengulangi tindakannya. Lagi pula, kata Andi, eksekusi mati tak lantas menimbulkan efek jera terhadap pemakai maupun pengedarnya.
"Sama seperti korupsi, masalahnya tidak akan berhenti-berhenti. Nanti ada lagi, masih bakal ada lagi," kata dia.
Sebelumnya, Jokowi memastikan akan menolak permohonan grasi yang diajukan oleh 64 terpidana mati kasus narkoba. Penolakan permohonan grasi itu, menurut Jokowi, sangat penting untuk memberikan efek jera bagi para bandar, pengedar, maupun pengguna.
"Saya akan tolak permohonan grasi yang diajukan oleh 64 terpidana mati kasus narkoba. Saat ini permohonannya sebagian sudah ada di meja saya dan sebagian masih berputar-putar di lingkungan Istana," kata Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi menegaskan, kesalahan itu sulit untuk dimaafkan karena mereka umumnya adalah para bandar besar yang demi keuntungan pribadi dan kelompoknya telah merusak masa depan generasi penerus bangsa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.