Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Musang Berbulu Ayam

Kompas.com - 10/10/2014, 15:41 WIB


Oleh: Daoed Joesoef

KOMPAS.com - Setelah melihat tayangan televisi tentang detik-detik tingkah laku para politikus cum wakil rakyat ketika membahas Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah di DPR lama—dan terkait masalah krusial ini, telekonferensi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang serba plin-plan, serta Sidang Paripurna DPR baru yang gegap gempita dalam suasana yang sama sekali tidak bermartabat—bulu tengkuk saya meremang.

Betapa tidak. Saya tersentak baru saja menyaksikan kemungkinan sejenis gerak-lambat barbarisasi dari sejumlah polity, yang menyeringai di antara rezim kepolitikan buruk yang ada dan saat pencapaian tujuan barbariknya.

Apa yang sejatinya bisa diraih dengan moral seharusnya tidak dicapai melalui hukum. Namun, berhubung tunamoral, mereka menghabiskan energi dan waktu dengan bermoralisasi (moralizing), asyik mengutak-atik "moral" dan "moralizing" yang begitu berbeda bagai siang dan malam tanpa panduan filosofi Pancasila demi kekukuhan kekuasaan politiknya belaka yang diselimuti dalih "demi rakyat".

Sabotase politik

Perkembangan proses barbarisasi ini mereka sebut dengan bangga sebagai "dinamika politik". Padahal, hati kecil mereka, saya yakin, mengakui bahwa upaya dinamisasi itu hanya merupakan jegal-jegalan belaka.

Dengan kata lain, Koalisi Merah Putih (KMP) mencari apriori bertekad mencegah at all costs agar Koalisi Indonesia Hebat (KIH) tidak bisa mewujudkan niat baiknya bagi Indonesia melalui kebijakan pemerintahan yang dipimpin pasangan pemenang Pemilu Presiden 2014, yang langsung telah dipilih oleh rakyat itu. Apakah upaya penjegalan apriori ini tidak bisa disebut suatu sabotase politik?

Polity dengan lembaga partai politiknya selama ini kiranya bukan mendidik kadernya menjadi negarawan, melainkan membiarkannya tumbuh dan berkembang menjadi makhluk ”liar” dan ”barbar”. Makhluk liar adalah orang yang secara membabi buta tunduk pada naluri, pada impuls, dan pada nafsunya; dia tidak peduli pada ”baik” dan ”buruk” yang dituntut oleh keadaan. Makhluk barbar, sebaiknya, adalah orang yang berprinsip dan berpengetahuan spesialistis; dia mengabaikan hal-hal yang diniscayakan dan bergerak langsung ke tujuan.

Sejujurnya, di luar komunitas politik, pada setiap era ada juga orang-orang seperti itu, bahkan lebih buruk lagi, di komunitas religius. Di situ orang tidak segan-segan menggunakan ayat ilahiah sebagai pelindung perbuatan yang justru berlawanan dengan perintah Tuhan.

Tunamoral, tunamalu

Politika adalah sebenarnya sebuah profesi yang serius, serba kompleks, berdedikasi tinggi, mengandung risiko serta, karena itu, cukup terpandang dan terhormat. Hal ini sudah dibuktikan oleh para pendiri bangsa kita yang dahulu berjuang tanpa pamrih pribadi melawan penjajah secara sistematis dari waktu ke waktu, yang kini kita peringati sebagai peristiwa yang merupakan ”tonggak-tonggak sejarah perjuangan kemerdekaan nasional”.

Patriotisme yang dahulu mereka lakukan untuk Indonesia, tanah airnya, adalah perbuatan yang puluhan tahun kemudian dipujikan oleh John F Kennedy melalui ucapannya, ”Ask not what your country can do for you, ask what you can do for your country.”

Di mana pun di muka bumi ini, orang memerlukan persiapan yang relevan untuk bisa diakui sebagai profesional. Untuk berprofesi sebagai kimiawan, misalnya, orang harus mempelajari ilmu kimia. Untuk menjadi pengacara/jaksa/hakim, orang perlu mempelajari ilmu hukum. Untuk menjadi dokter, orang harus belajar ilmu kedokteran lebih dahulu. Di Indonesia, kelihatannya, untuk menjadi politikus orang cukup mempelajari kepentingannya sendiri dan/atau kepentingan partainya dan tunamalu, bahkan tunamoral.

Persiapan profesi politik yang jauh daripada ideal ini kiranya sudah diantisipasi oleh Bung Hatta. Tidak lama setelah kembali ke Tanah Air, dia mendirikan PNI, bukan Partai Nasional Indonesia seperti yang telah dibentuk oleh Bung Karno, melainkan Pendidikan Nasional Indonesia, menggenapi tujuan pendidikan formal yang telah diusahakan Ki Hajar Dewantara. Bersama dengan Bung Sjahrir, dia mengorganisasi klub studi, pendidikan nonformal, yang berfungsi bagai kawah candradimuka penggemblengan para pemimpin politik mendatang.

Sebelum menjadi pemimpin rakyat, mereka harus bisa lebih dulu, menurut visi Bung Hatta, menata cara berpikir mereka sendiri. Melalui pembelajaran klub studi, mereka bukan dilatih untuk bisa lebih maju daripada orang-orang lain (menyombong), melainkan dibiasakan selalu mampu lebih maju daripada dirinya sendiri.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Senat Mahasiswa Driyarkara Ajukan Amicus Curiae, Minta MK Kabulkan Sengketa Pilpres 2024

Senat Mahasiswa Driyarkara Ajukan Amicus Curiae, Minta MK Kabulkan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Ditanya Progres Komunikasi dengan PKB dan PPP, Gerindra: Jos!

Ditanya Progres Komunikasi dengan PKB dan PPP, Gerindra: Jos!

Nasional
Ditanya Kemungkinan Gerindra Kembali Dukung Anies di Pilkada DKI, Gerindra: Anies Siapa?

Ditanya Kemungkinan Gerindra Kembali Dukung Anies di Pilkada DKI, Gerindra: Anies Siapa?

Nasional
Dituding Jadi Penghambat Pertemuan Megawati dengan Jokowi, Hasto: Apa Perlu Saya Bacakan Komentar Anak Ranting?

Dituding Jadi Penghambat Pertemuan Megawati dengan Jokowi, Hasto: Apa Perlu Saya Bacakan Komentar Anak Ranting?

Nasional
Survei LSI: Pemilih Anies dan Ganjar Tidak Puas dengan Penyelenggaraan Pemilu 2024

Survei LSI: Pemilih Anies dan Ganjar Tidak Puas dengan Penyelenggaraan Pemilu 2024

Nasional
Panglima TNI Minta Para Prajurit Tak Mudah Terprovokasi Berita-berita di Media Sosial

Panglima TNI Minta Para Prajurit Tak Mudah Terprovokasi Berita-berita di Media Sosial

Nasional
Anggota DPR Ihsan Yunus Irit Bicara Usai Diperiksa sebagai Saksi kasus APD Covid-19

Anggota DPR Ihsan Yunus Irit Bicara Usai Diperiksa sebagai Saksi kasus APD Covid-19

Nasional
Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Nasional
Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Nasional
Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Nasional
Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Nasional
Petugas 'Ad Hoc' Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Petugas "Ad Hoc" Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Nasional
Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Nasional
Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Nasional
Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com