Persoalannya adalah selain berada di kawasan Asia Tenggara, Indonesia juga berada di tengah-tengah US Pacific Development. Amerika Serikat kini memiliki sejumlah pangkalan militer yang terletak di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara, seperti di Jepang, Korea Selatan dan Singapura.
Connie mengatakan, melihat upaya pembangunan itu, Tiongkok tak akan tinggal diam. Sejak tahun 2010, Tiongkok telah memulai pembangunan ekonomi dan militer berbasis maritim. Connie memprediksi, penguasaan Tiongkok atas wilayah laut akan semakin meningkat pada tahun 2050 yang akan datang.
“Pertanyaaanya mau dibawa kemana itu semua, sebab semua akan lewat perairan indonesia. Kita tidak bisa melarang tapi batasan-batasan itu bisa dilindungi,” kata Connie.
Sebagai negara regulator, Indonesia memiliki hak untuk mengatur lalu lintas pelayaran yang ada di wilayahnya. Hal itu sesuai dengan peraturan yang terdapat di dalam UNCLOS tersebut. Selain itu, Indonesia juga berhak melakukan pencegahan, pengaturan, pengendalian pencemaran, minyak dan bahan beracun.
Connie pun mengingatkan, bahwa Indonesia termasuk dalam negara yang wilayah lautannya masih sehat jika dibandingkan dengan negara lain yang memiliki luas lautan yang sama. Sehingga, Indonesia memerlukan Angkatan Laut dan Angkatan Udara yang kuat untuk menjaga keutuhan kedaulatan wilayah negaranya.
Poros maritim dunia dan tol laut
Politisi PDI Perjuangan Aria Bima mengingatkan, pasangan Jokowi-JK memiliki sembilan agenda prioritas atau yang lebih dikenal dengan sebutan Nawa Cita. Adapun poin pertama di dalam Nawa Cita itu adalah Jokowi-JK ingin menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara.
“Perlindungan itu melalui politik luar negeri bebas aktif, kemananan nasional yang terpercaya dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim,” kata dia saat diskusi di Universitas Nasional, Jakarta, Kamis.
Poin pertama Nawa Cita itu sepertinya menjadi trigger konsep poros maritim dunia yang ingin dibangun Jokowi-JK mendatang. Di samping, penekanan terhadap Tri Matra yang mengacu pada pembangunan ketiga angkatan yang terdapat di dalam TNI, yaitu Angkatan Laut, Angkatan Darat dan Angkatan Udara.
Dalam beberapa kesempatan, Jokowi menyatakan bahwa untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, salah satu upaya yang dapat dilakukan yakni dengan membangun kebijakan Tol Laut.
Pakar hukum internasional, Hikmahanto Juwana mengatakan, bukan perkara mudah mengalihkan paradigma masyarakat Indonesia dari darat dan udara sentris ke laut.
Ia mengatakan, pemerintahan yang akan datang perlu menyiapkan sebuah road map panjang untuk mengubah paradigma masyarakat. Di samping itu, diperlukan juga sebuah kementerian koordiantor yang bertugas untuk mengeksekusi road map serta merencanakan anggaran sesuai dengan target yang hendak dicapai.
“Menjadikan Indonesia sebagai poros maritime dunia memerlukan anggaran yang besar. Sebetulnya ada banyak yang harus dibenahi dan disiapkan. Tidak cukup pembangunan poros maritime dunia dalam waktu singkat,” kata dia, dalam seminar di Lemhanas.
Hikmahanto menenkankan, pentingnya pembangunan infrastruktur serta pondasi keamanan Tol Laut. Pemerintah, kata dia, juga perlu memperhatikan pembangunan armada perang laut terutama untuk melindungi jalur pelayaran Tol Laut itu serta nelayan Indonesia.
Ketua Umum Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) Eddy K. Logam mengungkapkan, untuk membangun negara maritim yang kuat, maka diperlukan industri pelayaran dan galangan kapal yang kuat pula. Namun, ia melihat, bahwa industri galangan kapal dalam negeri masih menghadapi problem klasik yang cukup rumit.