Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setya Novanto, Calon Ketua DPR yang "Akrab" dengan KPK

Kompas.com - 01/10/2014, 18:32 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Setelah pelantikan anggota DPR periode 2014-2019 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (1/10/2014), DPR langsung disibukkan proses pemilihan pimpinan DPR yang terdiri dari satu ketua dan empat wakil ketua.

Bendahara Umum Partai Golkar Setya Novanto ditetapkan sebagai calon ketua DPR oleh Partai Golkar. Sebelum penetapan itu, Koalisi Merah Putih (KMP) sudah sepakat bahwa kursi ketua DPR milik Golkar. (Baca: Aburizal Putuskan Setya Novanto Calon Ketua DPR)

Siapa Setya Novanto? Ia merupakan salah satu anggota DPR periode 2009-2014 yang "akrab" dengan Komisi Pemberantasan Korupsi. Dia bolak-balik ke KPK untuk diperiksa sebagai saksi terkait penyidikan sejumlah kasus korupsi.

Meskipun kerap diperiksa KPK, Setya kembali lolos ke Senayan dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur II.

Kasus PON Riau

Menurut catatan Kompas.com, Setya beberapa kali diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap Revisi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Penambahan Biaya Arena Menembak PON Riau. Kasus ini menjerat mantan Gubernur Riau, Rusli Zainal, yang juga politikus Partai Golkar.

KPK juga pernah menggeledah ruangan Setya di lantai 12, Nusantara I DPR, terkait penyidikan kasus yang sama. (Baca: KPK Sita 4 Kardus Barbuk dari Ruang Setya Novanto)

Dugaan keterlibatan Setya dan anggota DPR Kahar Muzakir dalam kasus PON Riau terungkap melalui kesaksian mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Riau, Lukman Abbas, di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Riau.

Saat itu, Lukman mengaku menyerahkan uang 1.050.000 dollar AS (sekitar Rp 9 miliar) kepada Kahar, anggota Komisi X DPR dari Partai Golkar. Penyerahan uang merupakan langkah permintaan bantuan PON dari dana APBN Rp 290 miliar. (Baca: KPK Kembali Periksa Setya Novanto)

Lebih jauh, Lukman mengungkapkan, awal Februari 2012, dia menemani Rusli Zainal untuk mengajukan proposal bantuan dana APBN untuk keperluan PON melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga senilai Rp 290 miliar.

Proposal itu disampaikan Rusli kepada Setya yang juga Ketua Fraksi Partai Golkar ketika itu. Untuk memuluskan langkah itu, harus disediakan dana 1.050.000 dollar AS.

Ihwal pertemuan di ruangannya tersebut pernah diakui Setya. Namun, menurut Setya, pertemuan itu bukan membicarakan masalah PON, melainkan acara di DPP Partai Golkar.

Setya juga membantah terlibat dalam kasus dugaan suap PON Riau dalam beberapa kesempatan. Dia membantah pernah menerima proposal bantuan dana APBN untuk keperluan PON Riau, atau memerintahkan pihak Dinas Pemuda dan Olahraga Riau (Dispora Riau) untuk menyerahkan uang suap agar anggaran turun. (Baca: Terseret Kasus PON Riau, Setya Novanto Merasa Dirugikan)

Kasus Akil Mochtar

Selain kasus suap PON Riau, Setya pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap, gratifikasi, dan pencucian uang terkait sengketa pemilihan kepala daerah yang bergulir di Mahkamah Konstitusi. Kasus ini menjerat mantan Ketua MK, Akil Mochtar, yang juga mantan politikus Partai Golkar. (Baca: KPK Gali Kasus Akil Lewat Setya Novanto dan Idrus Marham)

Pada 24 April lalu, Setya bersaksi dalam persidangan kasus Akil bersama dengan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham. Dalam persidangan itu terungkap adanya pesan BlackBerry (BBM) antara Akil dan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Jatim sekaligus Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa Zainuddin Amali.

Pesan BBM tersebut berisi permintaan uang Rp 10 miliar dari Akil kepada Zainuddin. (Baca: BBM Akil Sebut Setya dan Nirwan Bakrie Akan Biayai Sengketa Pilkada Jatim)

"Ya cepatlah, pusing saya menghadapi sekjenmu itu, kita dikibulin melulu aja. Katanya yang biayai Nov sama Nirwan B? menurut sekjenmu, krna (karena) ada kepentingan bisnis disana. Jd (jadi) sama aku kecil2 aja, wah.. gak mau saya saya bilang besok atw (atau) lusa saya batalin tuh hasil pilkada Jatim. Emangnya aku anggota fpg (Fraksi Golkar di DPR)?" demikian bunyi pesan BBM yang dikirimkan Akil yang diperlihatkan jaksa KPK sebagai barang bukti dalam persidangan.

Menurut transkrip BBM yang diperoleh jaksa KPK, Akil juga merasa dibohongi oleh Idrus karena awalnya bersedia menyiapkan dana melalui Setya Novanto dan Nirwan B. Sayangnya, sebelum kesepakatan tersebut tidak terlaksana, penyidik KPK menangkap Akil bersama dengan politisi Golkar lain, Chariun Nisa, bersama pengusaha Cornelis Nalau yang datang ke rumah dinas Akil untuk mengantarkan uang suap terkait Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah.

Saat dikonfirmasi mengenai pesan BBM ini dalam persidangan, baik Setya maupun Idrus membantah adanya permintaan uang dari Akil. Setya mengaku telah melarang Zainuddin mengurus masalah Pilkada Jatim.

Dia juga mengakui bahwa hubungan Akil dengan Golkar tidak baik karena banyak perkara sengketa pilkada di MK yang tidak dimenangi Golkar.

Kasus E-KTP

Nama Setya juga disebut-sebut terlibat dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) di Kementerian Dalam Negeri. (Baca: Nazaruddin Tuding Setya Novanto Terlibat Proyek E-KTP)

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin menyebut Setya dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai pengendali proyek e-KTP. Nazaruddin menuding Setya membagi-bagi fee proyek e-KTP ke sejumlah anggota DPR. (Baca: Nazaruddin Mengaku Diancam Setya Novanto)

Setya juga disebut mengutak-atik perencanaan dan anggaran proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut. Terkait proyek e-KTP, Setya membantah terlibat, apalagi membagi-bagikan fee. Dia mengaku tidak tahu-menahu soal proyek e-KTP.

Terkait pengadaan e-KTP, KPK menetapkan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Sugiharto sebagai tersangka.

Sugiharto diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan atau penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara terkait pengadaan proyek tersebut. Sejauh ini, KPK belum pernah memeriksa Setya sebagai saksi terkait dengan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP dengan tersangka Sugiharto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com