Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PDI-P Akan Laporkan Hakim di Luar "Dissenting Opinion" ke Dewan Etik

Kompas.com - 29/09/2014, 20:46 WIB
Fathur Rochman

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan berencana melaporkan hakim Mahkamah Konstitusi yang tidak sependapat dengan dua hakim MK lainnya, yakni Arief Hidayat dan Maria Farida Indrati. Dua hakim tersebut memiliki perbedaan pendapat atau dissenting opinion dalam pembacaan amar putusan.

"Kami lagi mempertimbangkan, habis ini kami akan menggelar rapat (bahwa) ada hukum acara yang dilanggar. Kami mempertimbangkan untuk melaporkan hakim yang di luar yang dissenting ini ke Komite (Dewan) Etik Mahkamah supaya diperiksa," ujar Ketua Bidang Hukum dan HAM DPP PDI-P Trimedya Panjaitan, seusai sidang putusan UU MD3, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Senin (29/9/2014).

Trimedya mengatakan, dissenting opinion sangat jarang muncul ketika MK memutuskan uji materi yang mendapat perhatian besar dari masyarakat, seperti pada UU MD3 ini. Menurut Trimedya, hal ini menunjukkan bahwa keputusan MK terhadap UU MD3 tidak bulat dan terkesan dipaksakan.

Menurut Trimedya, pernyataan Maria dan Arief yang mengatakan pembentukan UU MD3 bertentangan dengan asas hukum, dan sarat motif politik, sesuai dengan sikap PDI-P. Trimedya mengapresiasi pendapat dua hakim tersebut.

"Apa yang kita rasakan ternyata dirasakan juga, dan kebetulan dua hakim ini dari profesional," ucap Trimedya.

Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak permohonan terhadap uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Dalam memutuskan putusan tersebut, dua hakim konstitusi berbeda pendapat alias dissenting opinion, yakni Arief Hidayat dan Maria Farida Indrati.

"Terhadap putusan Mahkamah ini, terdapat dua orang Hakim Konstitusi yang memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva, saat sidang putusan UU MD3, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Senin (29/9/2014).

Dalam salah satu dissenting opinion-nya, Maria berpendapat, pada fakta persidangan, UU MD3 khususnya Pasal 84 tidak pernah masuk dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) sebelumnya, tetapi tiba-tiba masuk dalam DIM perubahan pada tanggal 30 Juni 2014 setelah komposisi hasil pemilu diketahui. Dengan demikian, Maria melanjutkan, jika dikaitkan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, maka produk hukum tersebut dibentuk tidak berdasarkan hukum, tetapi karena kepentingan politis semata.

Maria juga mengatakan, jika memperhatikan bukti dan fakta persidangan, maka tidak ada keperluan mendesak untuk mengubah norma Pasal 82 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009. Terlebih lagi, tidak pernah ada pembahasan mengenai hal tersebut dalam DIM sebelumnya dan dalam naskah akademik.

"Oleh karena itu, menurut saya, pembentukan UU MD3 a quo, jelas melanggar Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2001 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang merupakan derivasi dari Pasal 22A UUD 1945 sehingga, secara formal, UU MD3 tersebut cacat hukum dalam proses pembentukannya," ucap Maria.

Sementara itu, Arief berpendapat bahwa mekanisme pemilihan pimpinan DPR dan alat kelengkapannya yang selalu berubah-ubah dalam setiap pemilu dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Hal ini, kata dia, bertentangan dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf I UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang salah satunya menyatakan bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan asas ketertiban dan kepastian hukum.

Sidang putusan UU MD3 hari ini hanya dihadiri oleh 7 dari 9 hakim Mahkamah Konstitusi. Arief Hidayat dan Ahmad Fadlil Sumadi tidak dapat menghadiri sidang tersebut karena sedang ada keperluan lain. Dissenting opinion Arief dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Nasional
Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Nasional
PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

Nasional
Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com