Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Fasilitasi Perceraian, Mengapa Tidak Pernikahan Beda Agama?

Kompas.com - 21/09/2014, 10:14 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Salah satu pemohon uji materi Undang-undang Perkawinan, Damian Agata Yuvens, mempertanyakan mengapa negara tidak bisa memfasilitasi pernikahan beda agama. Padahal, kata Damian, negara mengakomodasi perceraian yang juga dilarang menurut ajaran salah satu agama.

"Kalau di agama Katolik tidak boleh cerai, tapi toh melalui UU Perkawinan mengakomodasi adanya perceraian," kata Damian di Jakarta, Sabtu (20/9/2014).

Menurut dia, tugas negara dalam mengurusi perceraian sudah tepat. Terkait perceraian, menurut dia, negara tidak mencampuri ranah pribadi. Negara hanya memfasilitasi pasangan suami istri yang menginginkan perceraian.

Di situ, kata Damian, negara tidak melihat melalui kacamata agama. Negara, ucapnya, tidak mengerdilkan ajaran agama yang melarang perceraian.

"Hakim yang memutuskan perceraian hanya boleh melihat, misalnya, ada percekcokan yang tidak bisa didamaikan lagi. Itu terbukti sudah, dia boleh cerai. Hakim tidak melihat aspek agamanya. Di situ posisi negara bukan mengerdilkan agama-agama yang tidak memperbolehkan dan menafikkan keberadaan mereka, negara hanya memfasilitasi apa sih yang diinginkan," tutur Damian.

Ia pun menginginkan agar peran yang sama diambil negara terkait perkawinan. Menurut Damian, negara sedianya tidak memutuskan secara sepihak, apakah perkawinan beda agama diperbolehkan atau tidak. Ia menilai, sebaiknya penafsiran sahnya pernikahan beda agama dikembalikan kepada individu, yakni calon mempelai masing-masing.

"Dalam konteks perkawinan, ya harusnya seperti itu, negara tidak menghakimi, tetapi negara memfasilitasi dalam hal ini mencatatkan yang dilihat negara itu apa, umurnya sesuai enggak, antar laki-laki dan perempuan atau tidak, atau kalau laki-lakinya sudah beristri dapat persetujuan tidak dari istri pertamanya. Sebenarnya cukup dilakukan negara hal-hal yang seperti itu, jangan sampai masuk ke ranah penafsiran agama," ucap Damian.

Bersama tiga orang temannya yang juga alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Damian mengajukan uji materi terhadap Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Pasal tersebut menyatakan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu.

Mereka menginginkan agar penafsiran sah tidaknya pernikahan diserahkan kepada individu, bukan ditafsirkan negara secara sepihak. Para penguji materi UU Perkawinan ini menginginkan penafsiran Pasal 2 Ayat 1 diubah menjadi "perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu, sepanjang penafsiran mengenai hukum agamanya dan kepercayaannya itu diserahkan kepada masing-masing calon mempelai".

"Kita mengubah titik yang sebelumnya kewenangan tafsirkan hukum agama ekslusif dipegang negara jadi dipegang calon mempelai," kata pemohon lainnya, Rangga Sujud Wigidga.

Sejauh ini, proses uji materi terhadap UU Perkawinan masih bergulir di MK. Perkembangan terakhir, MK menerima perbaikan permohonan yang diajukan para pemohon.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com