Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilkada dan Daulat Elite

Kompas.com - 11/09/2014, 15:26 WIB

Ketidakpercayaan ini juga diimbuhi keengganan yang luar biasa karena pilkada langsung akan mengusik hegemoni elite lama. Pilkada dan juga pilpres telah membuka pintu bagi hadirnya orang-orang baru yang bukan berasal dari kalangan elite. Penolakan ini memang tak terucap secara eksplisit. Namun, dalam perbincangan informal, letupan-letupan pernyataan yang mewakili sikap ini mungkin sudah sering kita dengar. Ungkapan, ”Masak muka begitu jadi presiden” atau ”Dia itu siapa?” merepresentasikan sikap ini.

Logika parpol pengusung

Kesadaran elite yang terusik membangkitkan harga diri dan memori masa lalu di mana ”politik” sudah semestinya menjadi urusan para elite. Kalah-menang dalam pertarungan politik dianggap tak lebih sebagai pertandingan tenis. Sebab, pemenang atau yang kalah berasal dari kaum yang sama dan karena itu diasumsikan semua urusan lainnya, terutama bisnis, tetap bisa berjalan business as usual.

Dari enam parpol pendukung kembali gagasan pilkada tidak langsung, tiga di antaranya bisa dipahami.  Golkar dan PPP yang lama tumbuh di era Orde Baru adalah turunan dari sistem yang memelihara hegemoni politik melalui MPR (presiden) dan DPRD (kepala daerah). Gerindra, sebagaimana disebut Prabowo, tak lain merupakan partai yang memang lahir dari rahim Golkar. Yang sulit dipahami justru sikap PAN, Partai Demokrat, dan PKS.

PAN menahbiskan dirinya sebagai partai reformis. Sebagai partai reformis, PAN ingin mengubah politik jadi ruang terbuka dan demokratis sebagai antitesis demokrasi seolah-olah di era Orde Baru. Kengototan mengusung gagasan pilkada tidak langsung jelas menimbulkan pertanyaan. Jika dikaitkan dengan konteks Koalisi Merah Putih, jadi pertanyaan besar apakah mungkin PAN memang hendak jadi pihak yang berperan dalam memundurkan partisipasi politik rakyat atau mereka tengah tersandera perjanjian dengan Prabowo?

Demokrat (dalam hal ini SBY) sudah merasakan betul manfaat pemilu langsung. SBY mampu memenangi Pilpres 2004 setelah harus menerima kenyataan tersingkir dalam ”kontestasi elite” memperebutkan posisi wakil presiden ketika Megawati Soekarnoputri jadi presiden menggantikan Gus Dur pada 2001.  Bahwa kemudian calon-calon Demokrat kerap gagal dalam pilkada dalam lima tahun terakhir, mestinya justru jadi evaluasi internal. Terutama menyangkut pilihan-pilihan kandidat yang mereka sorongkan dan bukannya justru mengebiri partisipasi politik rakyat. Lagi pula, ini akan menjadi ”tinta merah” ketika publik mengenang SBY dalam lintasan sejarah republik ini.

PKS adalah partai yang sebelumnya ikut mendukung pilkada langsung, tetapi akhirnya ikut mengubah pilihan menjadi serupa dengan sikap Koalisi Merah Putih. Sebuah langkah mengejutkan mengingat PKS, selain lahir sebagai partai Orde Reformasi, juga partai yang dianggap berhasil membangun sistem saksi dalam pilkada langsung. Orang lalu bisa bertanya, apakah ada kaitan antara dukungan terhadap sistem pilkada zaman Orde Baru dan ide menjadikan Soeharto sebagai pahlawan?

Karena itu, pilihan Koalisi Merah Putih yang bersikeras mengusung pilkada untuk dikembalikan ke DPRD dapat dibaca sebagai bentuk perlawanan kaum elite. Itulah contoh momen perjuangan untuk mengembalikan ”daulat elite” dan sekaligus mengakhiri ”daulat rakyat”. Jika pilkada bisa dikembalikan menjadi tidak langsung, target selanjutnya bukan tak mungkin mengubah kembali pilpres menjadi pemilihan di tingkat MPR.

Apakah Indonesia akan mengalami kemunduran berdemokrasi secara sistematis? Terlalu dini menjawabnya. Yang sudah pasti, publik harus diingatkan dan digugah kembali untuk menyatakan sikapnya. Para elite politik memerlukan sebuah penolakan yang tegas. Ketika mereka membaca rakyat mudah diakali,  pilkada tak langsung akan menjadi kenyataan politik Indonesia dalam tahun-tahun mendatang.

Yunarto Wijaya
Direktur Riset Charta Politika

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com