JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) diharapkan belajar dari kasus korupsi yang terjadi dalam pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Jokowi diminta tidak memilih anggota kabinetnya yang berasal dari partai politik.
Direktur Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Muchtar mengatakan, menteri dari parpol memiliki beban untuk membantu keuangan parpol.
"Ini pelajaran besar bagi Jokowi agar tidak memilih menterinya dari partai politik," kata Zainal saat dihubungi Kompas.com, Kamis (4/9/2014).
Hal itu disampaikan Zainal menyikapi penetapan tersangka Menteri ESDM Jero Wacik sebagai tersangka oleh KPK. Sebelumnya, KPK juga menjerat Andi Mallarangeng sewaktu menjabat Menteri Pemuda dan Olahraga dan Suryadharma Ali sewaktu menjabat Menteri Agama.
Ketiga orang itu berasal dari parpol. Jero dan Andi berasal dari Partai Demokrat dan Suryadharma dari Partai Persatuan Pembangunan.
Menurut Zainal, pendanaan tersebut biasanya digunakan untuk biaya operasional partai, terutama pada saat pemilihan umum. Pada saat itu, partai harus mengeluarkan anggaran besar untuk kampanye.
Zainal menyarankan, Jokowi dapat meyakinkan semua pihak untuk menjadi whistle blower apabila mengetahui ada pejabat yang melakukan korupsi. Namun, Jokowi juga harus dapat menjamin keselamatan whistle blower tersebut.
Menurut Zainal, kasus Jero menunjukkan pemerintah gagal dalam membangun sistem untuk mencegah pejabat negara melakukan korupsi.
"Korupsi itu lahir dari banyaknya sistem yang tidak dibangun dengan baik," kata Zainal.
Faktor lain, kata dia, ialah penyusunan anggaran belanja negara yang terlalu longgar sehingga menjadi celah bagi parpol untuk memainkan anggaran.
"Kemudian, sistem pengawasan yang tidak baik. Sampai ada upaya pemerasan itu menunjukkan pengawasan tidak dilakukan secara detail," katanya.
Jero disangka melakukan pemerasan. Menurut KPK, nilai uang yang diduga diterima Jero sekitar Rp 9,9 miliar. Uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi Jero, termasuk pencitraan. Uang itu juga ada yang digunakan untuk pihak lain.
Setelah dilantik menjadi Menteri ESDM, menurut KPK, Jero meminta besaran dana operasional menteri (DOM) ditambah. Jero juga diduga memerintahkan anak buahnya untuk mengupayakan penambahan tersebut.
Salah satu cara yang diperintahkan untuk meningkatkan dana operasional menteri itu adalah dengan menggelar rapat-rapat yang sebagian besar merupakan rapat fiktif. Selain itu, ada juga cara berupa pengumpulan dana dari rekanan proyek di Kementerian ESDM.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.