Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar dari Kasus Korupsi pada Era SBY, Jokowi Diminta Tak Pilih Menteri dari Parpol

Kompas.com - 04/09/2014, 14:42 WIB
Dani Prabowo

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) diharapkan belajar dari kasus korupsi yang terjadi dalam pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Jokowi diminta tidak memilih anggota kabinetnya yang berasal dari partai politik.

Direktur Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Muchtar mengatakan, menteri dari parpol memiliki beban untuk membantu keuangan parpol.

"Ini pelajaran besar bagi Jokowi agar tidak memilih menterinya dari partai politik," kata Zainal saat dihubungi Kompas.com, Kamis (4/9/2014).

Hal itu disampaikan Zainal menyikapi penetapan tersangka Menteri ESDM Jero Wacik sebagai tersangka oleh KPK. Sebelumnya, KPK juga menjerat Andi Mallarangeng sewaktu menjabat Menteri Pemuda dan Olahraga dan Suryadharma Ali sewaktu menjabat Menteri Agama.

Ketiga orang itu berasal dari parpol. Jero dan Andi berasal dari Partai Demokrat dan Suryadharma dari Partai Persatuan Pembangunan.

Menurut Zainal, pendanaan tersebut biasanya digunakan untuk biaya operasional partai, terutama pada saat pemilihan umum. Pada saat itu, partai harus mengeluarkan anggaran besar untuk kampanye.

Zainal menyarankan, Jokowi dapat meyakinkan semua pihak untuk menjadi whistle blower apabila mengetahui ada pejabat yang melakukan korupsi. Namun, Jokowi juga harus dapat menjamin keselamatan whistle blower tersebut. 

Menurut Zainal, kasus Jero menunjukkan pemerintah gagal dalam membangun sistem untuk mencegah pejabat negara melakukan korupsi.

"Korupsi itu lahir dari banyaknya sistem yang tidak dibangun dengan baik," kata Zainal.

Faktor lain, kata dia, ialah penyusunan anggaran belanja negara yang terlalu longgar sehingga menjadi celah bagi parpol untuk memainkan anggaran.

"Kemudian, sistem pengawasan yang tidak baik. Sampai ada upaya pemerasan itu menunjukkan pengawasan tidak dilakukan secara detail," katanya.

Jero disangka melakukan pemerasan. Menurut KPK, nilai uang yang diduga diterima Jero sekitar Rp 9,9 miliar. Uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi Jero, termasuk pencitraan. Uang itu juga ada yang digunakan untuk pihak lain.

Setelah dilantik menjadi Menteri ESDM, menurut KPK, Jero meminta besaran dana operasional menteri (DOM) ditambah. Jero juga diduga memerintahkan anak buahnya untuk mengupayakan penambahan tersebut.

Salah satu cara yang diperintahkan untuk meningkatkan dana operasional menteri itu adalah dengan menggelar rapat-rapat yang sebagian besar merupakan rapat fiktif. Selain itu, ada juga cara berupa pengumpulan dana dari rekanan proyek di Kementerian ESDM.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com