Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peringatan Hakim kepada Nazaruddin: Kalau Berbohong, Nanti Hidung Tambah Panjang

Kompas.com - 25/08/2014, 15:42 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta meragukan sebagian kesaksian mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dalam persidangan kasus dugaan korupsi proyek Hambalang dengan terdakwa Anas Urbaningrum, Senin (25/8/2014), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Menurut hakim, ada keterangan Nazaruddin yang berdiri sendiri atau bertolak belakang dengan keterangan sejumlah mantan anak buahnya yang sudah diperiksa dalam persidangan sebelumnya.

Salah satu keterangan Nazaruddin yang dianggap berdiri sendiri adalah bantahannya mengenai rapat-rapat di rumah tahanan. Nazar mengaku tidak pernah menggelar rapat dengan mantan anak buahnya saat dia ditahan di rutan.

Sementara itu, mantan anak buahnya, yakni Yulianis dan Clara Maurens, dalam persidangan sebelumnya mengaku sering mengikuti rapat di rutan bersama dengan Nazaruddin. (baca: Saksi: Nazaruddin Rutin Gelar Rapat di Rutan)

"Enggak pernah (rapat di rutan) Yang Mulia, saya ini kan narapidana," kata Nazaruddin kepada majelis hakim.

Ketua Majelis Hakim Haswandi lalu memperingatkan Nazar agar tidak berbohong dalam persidangan.

"Kalau nggak benar, nanti hidung Saudara tambah panjang, kayak Pinokio," kata Haswandi kepada Nazaruddin.

Tidak diam saja, Nazar pun menegaskan bahwa dia tidak berbohong. Dia mengaku tahu kalau seorang saksi berbohong dalam persidangan bisa dijerat pasal penyampaian keterangan palsu. Terpidana kasus suap wisma atlet tersebut mengaku berniat baik sehingga mau mengungkapkan informasi terkait Anas dalam persidangan hari ini.

"Saya ini sampai hari ini keluarga saya, saya, dapat ancaman, intimidasi. Kalau bukan karena niat perbaikin perbuatan saya, enggak mau saya duduk di sini," ucap Nazaruddin.

Kepada Nazaruddin, hakim Haswadi mengatakan bahwa majelis hakim yang nantinya akan menilai informasi yang disampaikan dirinya dan saksi lain.

Haswandi juga menegaskan bahwa dalam persidangan ini majelis hakim berupaya mencari kebenaran dengan menguji setiap keterangan yang disampaikan para saksi. Jika gaya penyampaian pertanyaan hakim sedikit keras, kata Haswandi, hal itu hanyalah teknik hakim dalam menggali informasi dari saksi di persidangan.

"Kalau kami keras, itu teknik hakim, ada yang memeriksa dengan lembut, senyum, ada saatnya keras, karena hakim juga mengerti dengan psikologi. Ada psikologi hukum yang kaitannya dengan logika hukum," ucap Haswandi.

Dia juga mengatakan, hakim akan menghukum Anas jika dia benar terbukti bersalah. Sebaliknya, kata dia, jika apa yang disampaikan Anas suatu kebenaran, majelis hakim tidak akan menzalimi Anas.

Anas didakwa menerima hadiah atau janji terkait proyek Hambalang dan proyek lain. Menurut jaksa, mulanya Anas berkeinginan menjadi calon presiden sehingga berupaya mengumpulkan dana.

Untuk mewujudkan keinginannya itu, Anas bergabung dengan Partai Demokrat sebagai kendaraan politiknya dan mengumpulkan dana. Dalam upaya mengumpulkan dana, menurut jaksa, Anas dan Nazar bergabung dalam perusaaan Permai Group.

Dalam dakwaan, Anas disebut telah mengeluarkan dana senilai Rp 116,525 miliar dan 5,261 juta dollar Amerika Serikat untuk keperluan pencalonannya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat itu.

Uang itu berasal dari penerimaan Anas terkait pengurusan proyek Hambalang di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), proyek di perguruan tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), dan proyek lain yang dibiayai APBN yang didapat dari Permai Group.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com