Badan koordinasi
Sebuah tekad Jokowi-JK, jika disertai kemauan politik yang kuat, tentu akan memberikan hasil nyata. Cita-cita mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia semestinya didasari pijakan kuat berupa Kebijakan Maritim (Maritime Policy) sebagai payung besar yang menaungi semua pemangku kepentingan.
Hal ini sangat dibutuhkan, dibangun berdasarkan pendekatan kelembagaan yang mempunyai kewenangan tidak hanya aspek kewilayahan, tetapi juga di bidang politik, ekonomi, keamanan, dan hubungan internasional serta aspek legal kelembagaan yang lain. Artinya, suatu kebijakan tidak sekadar hitam-putih sebagai desain tanpa komitmen politik, dalam bentuk undang-undang misalnya, supaya implementasinya terpadu mencegah ego sektoral. Dengan demikian, diperlukan Badan Koordinasi Maritim yang dapat menjalankan program-program multisektor secara efektif atau dengan membentuk Kementerian Koordinator Maritim.
Perlu tekad kepemimpinan kuat, seperti Gus Dur, misalnya, yang berani membuat terobosan berdampak sistemik dengan membentuk Kementerian Kelautan dan Perikanan. Namun, itu belum cukup. Memang tak mudah. Masalahnya, suatu janji kampanye presiden terpilih tak sekadar manis diucapkan, tetapi juga dapat membawa dampak pengingkaran terhadap demokrasi. Namun, dengan daya imperatif kepemimpinan Jokowi-JK, diyakini dapat membawa perubahan signifikan dalam pembangunan maritim.
Konsep poros maritim dunia harus didukung dengan kerja keras dan memastikan semua program membumi dan dapat diwujudkan. Kesadaran mental sebagai negara kepulauan perlu dibangkitkan kembali. Perlu dibuat branding baru untuk terus mengingatkan masyarakat bahwa Indonesia negara maritim. Branding baru itu ialah komitmen politik kepemimpinan nasional yang berorientasi maritim. Semoga presiden terpilih dapat mewujudkannya.
Darmawan
Laksamana Muda TNI (Purn); Ketua Bidang II Persatuan Purnawirawan Angkatan Laut (PPAL)