Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam Dakwaan, Uang Suap untuk Bupati Bogor Berasal dari Cahyadi Kumala

Kompas.com - 08/08/2014, 19:44 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Surat dakwaan perwakilan PT Bukit Jonggol Asri (PT BJA) Yohan Yap mengungkapkan bahwa uang suap yang diberikan untuk Bupati Bogor Rachmat Yasin berasal dari Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng, Komisaris Utama PT BJA sekaligus Presiden Direktur City. Yohan yang merupakan perwakilan PT BJA tersebut didakwa bersama-sama Cahyadi memberikan hadiah atau janji kepada Yasin.

Pemberian suap tersebut dilakukan terkait rekomendasi alih fungsi hutan menjadi lahan perumahan komersial dari pemerintah Kabupaten Bogor. Luas kawasan hutan yang diduga digadaikan dalam kasus ini mencapai 2.754 hektar.

"Pemberian uang tersebut agar Rachmat Yasin selaku Bupati Bogor menerbitkan Surat Nomor: 522/624/-Distanhut tanggal 29 April 2014 Perihal: Rekomendasi Tukar Menukar Kawasan Hutan atas nama PT Bukit Jonggol Asri kepada Menteri Kehutanan RI yang bertentangan dengan kewajibannya," bunyi kutipan surat dakwaan yang diperoleh Kompas.com, Jumat (8/8/2014).

Surat dakwaan Yohan tersebut dibacakan jaksa KPK dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Bandung, Jawa Barat, pada 24 Juli 2014. Dalam surat dakwaan itu disebutkan bahwa kira-kira pada Januari 2014, Cahyadi meminta bantuan kepada Yasin agar rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan yang diajukan PT BJA segera diterbitkan. Yasin lalu menyampaikan agar BJA menyusun langkah-langkah selanjutnya.

"Yaa.. Pak Hari... apabila Bukit Jonggol Asri mau dibangun kembali...silahkan disusun langkah-langkah selanjutnya," kata Yasin seperti dikutip dalam dakwaan.

Cahyadi kemudian menyerahkan kepada Yohan cek Bank CIMB Niaga senilai Rp 5 miliar untuk diberikan kepada Yasin. "Ini cek kasih ke BABE, gue udah ngomong ke dia kemarin.... biar BABE seneng," kata Cahyadi kepada Yohan.

Namun, Cahyadi minta cek tersebut dikembalikan lagi dengan alasan sulit dicairkan. Menurut dakwaan, cek itu kemudian diganti dengan uang tunai dan sisanya akan ditransfer ke rekening. Uang tunai sebesar Rp 1 miliar akhirnya diserahkan Cahyadi melalui orang kepercayaannya, yakni Robin Zulkarnain kepada Yohan di supermarket Giant, Jalan Thamrin Sentul City. Adapun sisanya diserahkan kepada Yohan dengan ditransfer melalui rekening adik ipar Yohan, Dandy. Uang-uang ini diberikan kepada Yohan untuk diserahkan kepada Yasin.

Pada 6 Februari 2014, Yohan membawa uang Rp 1 miliar dalam sebuah kardus yang di dalamnya terdapat dua kantong kertas coklat. Uang tersebut diantarkan ke rumah dinas Yasin di Bogor. Sebulan kemudian, Yasin kembali meminta uang kepada Yohan sebesar Rp 2 miliar. Yohan lalu memberikan uang sebesar Rp 2 miliar tersebut kepada Yasin melalui sekretaris pribadi Rachmat Yasin, Tenny Ramdhani.

"Selanjutnya Tenny Ramdhani menyimpan uang tersebut di bawah meja kerja yang terletak di ruang keluarga rumah dinas Bupati Bogor," menurut surat dakwaan.

Setelah menerima uang, disebutkan pula bahwa Yasin kemudian mendesak anak buahnya, M Zairin, untuk mempercepat proses penerbitan rekomendasi yang diajukan PT BJA. Akhirnya, pada 29 April 2014, Yasin menerbitkan surat rekomendasi untuk Menteri Kehutanan RI yang berisi dukungan dari pemerintah Kabupaten Bogor terhadap kelanjutan proses tukar menukar kawasan hutan seluas 2.754 hektar tersebut.

Surat dakwaan juga menyebutkan, Yasin meminta sisa komitmen yang dijanjikan Cahyadi sebesar Rp 2 miliar. Namun, Yohan mengatakan kepada Yasin bahwa uang yang tersedia hanya Rp 1,5 miliar karena dia kehilangan uang sebesar Rp 500 juta. Yasin pun menyetujuinya.

Pada 7 Mei 2014, Yohan menemui Zairin di Taman Budaya, Sentul City, Kabupaten Bogor untuk menyerahkan uang sebesar Rp 1 ,5 miliar tersebut. Uang itu nantinya akan diberikan Zairin kepada Yasin. Namun, uang tersebut tidak jadi diberikan kepada Yasin karena Yohan dan Zairin lebih dulu ditangkap oleh KPK. Petugas KPK juga mengamankan Yasin dalam operasi tangkap tangan pada hari itu.

Kini Yasin dan Zairin masih menjalani proses penyidikan di KPK. Adapun Cahyadi Kumala masih berstatus sebagai saksi dalam kasus ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com