Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka Tertular "Virus" Mengawal Suara Rakyat

Kompas.com - 16/07/2014, 16:24 WIB


KOMPAS.com — Riuh rendah pemilu presiden kali ini membawa nuansa baru pada iklim berdemokrasi di Indonesia. Antusiasme warga tak hanya terlihat pada kemauan mereka memberikan suara. Kemauan untuk mengawal suara dari kecurangan juga mengemuka, tak terkecuali bagi penggemar grup musik Slank.

Siapa yang berani menyangkal kebesaran nama grup rock Slank di Indonesia. Penggemarnya banyak dan fanatik. Ketika idolanya memberikan suara kepada salah satu kandidat, penggemarnya pun bergerak. Sistem organisasi hingga tingkat desa memungkinkan hal itu terjadi.

Dede (25), warga Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, adalah penggemar berat Slank sejak tahun 2001. Tahun itu adalah tahun kala Bimbim, Kaka, Abdee, Ridho, dan Ivan mengeluarkan album berjudul Virus. "Sejak itu saya ketularan virus Slank," kata lulusan SMA itu sambil terbahak.

Senin (14/7/2014) lalu, saat mentari terik bersinar, Dede mendatangi kantor Kecamatan Cisaat, mengenakan kaus hitam, celana jins ketat berwarna hitam, dan sandal jepit. Ada tas kecil yang terkalung di badannya. Di dalam tas itu, ia membawa buku catatan dan juga formulir kosong.

Formulirnya berkop Slank Fans Club Sukabumi (SFCS). Kolom di bawahnya bertuliskan nama dua pasang calon presiden dan calon wakil presiden, jumlah suara sah, serta jumlah suara tidak sah. Isian itu serupa dengan berita acara di lembar formulir C1 keluaran Komisi Pemilihan Umum di tingkat kelurahan.

Dede menemui Sekretaris Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Cisaat Yanti Budiningsih. Dede, sesuai keterangan Yanti, mencatat seluruh data yang diperlukannya. Data itu akan ia laporkan kepada ketua organisasinya. Dede juga mendatangi kantor Kecamatan Kadudampit, sekitar 8 kilometer dari Cisaat, menunggang skuter matic pribadinya untuk mencari data yang sama.

Dede mengaku rela melakoni kegiatan yang ia sebut tidak pernah terpikirkan dalam hidupnya itu. Mencatat dan membandingkan data hasil rekapitulasi suara pemilu baru dilakukannya kali ini. "Supaya suara saya tidak dicurangi oleh negara," ujar dia.

Sehari-hari Dede adalah pemuda yang gemar nongkrong setiap akhir pekan. Ia tidak punya pekerjaan tetap. Rutinitasnya adalah menjaga toko kecil yang menjual kaus Slank di dekat rumahnya. Ia berpartisipasi aktif dalam pemilu kali ini karena dipengaruhi sikap politik grup band idolanya itu.

"Slank ikut dalam Konser Dua Jari di Jakarta. Ya, mereka mendukung Jokowi (Joko Widodo). Namun, tidak ada arahan untuk ikut mencoblos Jokowi. Kami dibebaskan bersikap," kata dia.

Pengalaman pertama

SFCS berdiri tahun 1998 dan melewati banyak pemilu dan juga pemilu kepala daerah. Endang Setiawan (35), Ketua SFCS, mengatakan, kelompoknya baru pertama kali terjun langsung mengawal penghitungan suara.

"Kami mengerahkan Slankers (sebutan untuk penggemar Slank) untuk mengawasi penghitungan suara di tempat pemungutan suara masing-masing hingga tingkat kabupaten/kota," kata Endang. Ada sekitar 50 anggota yang ditugaskan di wilayah Kota Sukabumi saja. Anggota kelompok penggemar itu sekitar 3.000 orang.

Kelompok yang dipimpin Endang terafiliasi dengan Paguyuban Slankers Jawa Barat. Namun, ia tegas menyatakan, kelompok itu tidak melekat dengan partai politik mana pun. Oleh karena itu, biaya operasional relawan bersumber dari induk kelompok penggemar di tingkat pusat, Pulau Biru.

"Setiap relawan ada uang lelah, ya untuk membeli bensin dan kopi. Besarnya Rp 75.000 per orang selama ia bertugas," kata Endang yang bekerja sebagai buruh pabrik suku cadang sepeda motor di Cikarang, Bekasi, Jabar. Ada 54 anggotanya yang terdaftar sebagai pengawal suara di 47 kecamatan di Kabupaten Sukabumi dan 7 kecamatan di Kota Sukabumi.

Oleh karena baru sekali terlibat dalam proses politik, banyak kendala yang ditemui relawan di lapangan. Awan (27), misalnya, mengaku dipersulit saat mengawasi rekapitulasi suara di Kecamatan Cicurug. Asal-usul organisasinya dipertanyakan oleh aparat kecamatan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

Nasional
Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

Nasional
Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Nasional
DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

Nasional
Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasional
Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Nasional
Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa 'Abuse of Power'

PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa "Abuse of Power"

Nasional
PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

Nasional
Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Nasional
Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com