Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suara lewat Pos dan "Drop Box" di Malaysia Janggal, Kubu Jokowi-JK Minta Audit

Kompas.com - 16/07/2014, 11:27 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Kubu pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melakukan audit pada proses Pemilu Presiden 2014 melalui drop box dan pos di luar negeri. Pasalnya, mereka melihat ada berbagai kejanggalan.

Anggota tim pemenangan pasangan Jokowi-JK, Eva Kusuma Sundari, memberi contoh keganjilan dalam pilpres di Malaysia. Berdasarkan hasil penghitungan suara di semua TPS, Jokowi-JK unggul dibanding Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Namun, Jokowi-JK kalah telak dalam suara yang dikirim melalui pos.

Eva mengatakan, dari pengamatan penghitungan suara di berbagai negara, ada konsistensi antara suara yang diberikan lewat TPS dan lewat pos atau drop box. "Jika menang di TPS, akan menang pula via drop box dan pos," kata Eva dalam pernyataan tertulis, Rabu (16/7/2014).

Eva memberi contoh pilpres di Singapura. Real count di TPS, kata Eva, menunjukkan bahwa Jokowi-JK unggul sebesar 79,25 persen. Begitu pula melalui pos, Jokowi-JK unggul sebesar 77,24 persen.

Contoh lainnya adalah penghitungan suara di TPS dalam pilpres di Kuwait. Eva mengatakan, Prabowo-Hatta unggul dengan 55 persen suara. Pasangan nomor urut satu itu juga unggul dalam suara yang melalui drop box, yakni 62,5 persen (10 suara). Adapun Jokowi-JK hanya memperoleh 37,5 persen (6 suara).

Eva menambahkan, perilaku pemilih seperti itu justru tidak terjadi di negara-negara dengan DPT besar, seperti Malaysia dan Arab Saudi. Di Kuala Lumpur, misalnya, Jokowi-JK unggul di TPS dengan 56,35 persen (data 14 Juli). Namun, Prabowo-Hatta menang telak dalam suara lewat pos dengan 91,47 persen.

Berbeda dengan Pileg 2014

Eva menambahkan, kejanggalan lain terlihat dari jumlah pemilih di Kuala Lumpur yang lebih banyak menyalurkan suara lewat pos dan drop box. Suara lewat pos dalam pilpres mencapai 246.625 orang (58,63 persen) dari total nama dalam DPT sebanyak 420.643 orang. Sementara itu, suara lewat drop box mencapai 106.000, dan suara yang disalurkan lewat TPS hanya dari 67.000 orang.

Padahal, kata Eva, dalam pileg pada April lalu, pemilih yang menyalurkan lewat TPS lebih banyak, yakni 78 persen. "Sebanyak 12,69 persen pemilih nyoblos via 10 drop box, sedangkan via pos porsinya terkecil, yaitu 8,67 persen," papar Eva.

"Perubahan ini patut dipertanyakan, mengapa porsi terbesar saat pilpres justru via pos disusul drop box, yang sudah diprotes banyak pihak karena akuntabilitas dan transparansinya rendah," kata anggota Komisi III DPR itu.

Laporan kejanggalan dari para relawan yang menjadi saksi di luar negeri, kata Eva, menunjukkan adanya surat suara palsu di Singapura. Hal itu diketahui lantaran surat suara asli dipasangi barcode. Setidaknya, kata Eva, ditemukan hingga 8.000 surat suara palsu.

"Faktanya memang ditemukan beberapa amplop terisi dua pertiga surat suara. Saksi juga mempertanyakan surat suara yang tidak ada stempel pos-nya dalam dua hari pertama penghitungan," kata Eva.

Selain itu, kata Eva, relawan saksi juga sempat mempertanyakan bentuk coblosan yang sama pada setumpuk surat suara. Namun, panitia pengawas melarang untuk mempersoalkan hal itu hanya karena kecurigaan.

Ia juga menerima laporan dari relawan saksi mengenai daftar pemilih tetap (DPT) yang baru diberikan setelah penghitungan berjalan. Akibatnya, perhitungan surat suara yang dikirim melalui pos dilakukan tanpa diverifikasi terlebih dulu.

"Saksi-saksi juga dilarang mengambil foto dan merekam video. Bahkan, koordinator saksi tidak boleh berjalan keliling. Atas dasar itu, para saksi menyatakan keberatan di lembar rekapitulasi karena meragukan akuntabilitas pelaksanaan pencoblosan via pos dan drop box di Kuala Lumpur," ujarnya.

"Kami menuntut KPU dan Bawaslu mengaudit pelaksanaan pencoblosan via pos dan drop box. Meski Jokowi-JK menang tipis di luar negeri, kita harus menjaga kualitas pemilu kita agar benar-benar luber dan jurdil," pungkas Eva.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com