Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Media Tak Lagi Dipercaya

Kompas.com - 14/07/2014, 06:24 WIB
Catatan Kaki Jodhi Yudono

Di tengah situasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, dunia media kita diguncang oleh beragam peristiwa. Mulai dari anjloknya beberapa saham media televisi, juga permintaan penutupan atas dua televisi dan teguran kepada beberapa stasiun televisi, berkait-paut dengan tayangan mereka yang tidak obyektif.

Pada Kamis lalu (10/7/14), tersiar kabar tentang anjloknya saham-saham PT Visi Media Asia (VIVA) milik Grup Bakrie yang menaungi TV One dan saham PT Media Nusantara Citra (MNCN) milik Hari Tanoesoedibjo yang membawahi Global TV, MNC TV, dan RCTI.

Diberitakan, merosotnya saham-saham itu disebabkan karena media-media tersebut menyiarkan hitung cepat (quick count) yang memenangkan Prabowo-Hatta Rajasa. Padahal, pada saat yang sama, pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melaju kencang pasca-pilpres.

Pada pukul 11.40 hari itu, saham VIVA rontok sebesar 4,85 persen di posisi Rp 255 per saham. Pada saat yang sama, saham MNCN juga terkoreksi lebih dari 4 persen, tepatnya sebesar 4,21 persen menjadi Rp 2.615 per saham.

Kondisi yang sebaliknya justru terjadi pada saham PT Surya Citra Media Tbk yang membawahkan stasiun televisi SCTV. Emiten berkode SCMA ini pada waktu yang sama telah menguat sebesar 3,34 persen menjadi Rp 3.715 per saham.

Benar kata Head of Research Universal Broker Indonesia Satrio Utomo menyatakan, bahwa bisnis media adalah bisnis kepercayaan.

Jika sebuah media menayangkan informasi yang tidak benar, hal itu akan memengaruhi kelanjutan bisnis dan pendapatan perusahaan.

"Turunnya saham VIVA dan MNCN, bagaimanapun, sangat berkaitan dengan hasil quick count yang dinilai tidak benar, yang memenangkan Prabowo-Hatta Rajasa. Investor paham, itu tidak benar, sehingga mereka memilih melepas saham dua emiten itu," ujarnya saat berbincang dengan Kompas.com, Kamis (10/7/2014).

Sebagaimana diketahui, TV One, MNC TV, Global TV, dan RCTI menayangkan hasil quick count yang memenangkan pasangan Prabowo-Hatta Rajasa. Hasil tersebut berkebalikan dengan hasil hitung cepat yang dilakukan beberapa lembaga survei yang lebih kredibel.

Setidaknya, ada empat lembaga survei yang memenangkan pasangan Prabowo-Hatta dalam quick count Pilpres 2014 yang digelar hari ini. Lembaga-lembaga itu adalah Puskaptis, Indonesia Research Center, Lembaga Survei Nasional, dan Jaringan Suara Indonesia.

Sementara itu, ada tujuh lembaga survei yang memenangkan Jokowi-JK, yaitu Populi Center, CSIS, Litbang Kompas, Indikator Politik Indonesia, Lingkaran Survei Indonesia, RRI, dan Saiful Mujani Research Center.

"Hukuman" itu bukan hanya datang dari dunia usaha, melainkan juga dari masyarakat pemirsa. Lebih dari 22.000 Orang Dukung Petisi Cabut Izin TVOne karena dianggap melakukan pembohongan publik lewat pemberitaannya selama masa pemilihan presiden (pilpres) sehingga memicu dibuatnya petisi untuk menuntut pencabutan izin siaran televisi milik Aburizal Bakrie itu.

Petisi www.change.org/CabutIzinTVOne diinisiasi oleh seorang pemuda asal Lhokseumawe, Teuku Kemal Fasya, telah mendulang dukungan lebih dari 22.000 suara hanya dalam tempo dua hari.

"Seruan ini kami lakukan sebagai tanggung jawab warga negara untuk mendapatkan informasi yang sehat dan benar. Untuk itu, kami menyerukan mencabut izin penyiaran TV One karena televisi yang menggunakan frekuensi berjaringan itu terbukti secara sistematis, terencana, sporadis, dan cukup lama menyebarkan kabar bohong, propaganda, dan fitnah yang bisa mengarah kepada perpecahan nasional," kata Kemal dalam petisinya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com