"Kami sedang kaji untuk potensi kerugian. Sangat dimungkinkan tapi kami belum bisa sebut iya atau tidak," ujar Abdullah dalam jumpa pers di Jakarta, Minggu (13/7/2014).
Abdullah memaparkan di dalam UU MD3 yang baru disahkan tanggal 8 Juli lalu itu, banyak pasal yang dianggap memberikan kewenangan terlalu luas kepada DPR. Salah satunya masalah penyidikan perkara hukum khusus di mana penegak hukum harus mengantongi izin terlebih dulu dari Mahkamah Kehormatan sebelum memeriksa anggota dewan.
Selain itu, Abdullah juga menyoroti munculnya pasal yang memberikan hak kepada anggota dewan alokasi anggaran layaknya dana aspirasi. Hal ini muncul dalam pasal 80 huruf j UU MD3 di mana anggota dewan berhak mengajukan usul pembangunan di daerah pemilihannya dan berhak mendapatkan anggaran atas usulan itu.
Seperti diberitakan, UU MD3 yang baru saja disahkan pada 8 Juli lalu adalah revisi dari UU MD3 nomor 27 tahun 2009. Namun, dalam proses pengesahan itu, terjadi pro kontra antar fraksi di DPR. Saat itu, tiga fraksi walk out dari sidang paripurna yakni Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Fraksi Partai Hanura, dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perubahan MD3 pun menemukan perubahan dari naskah terakhir tanggal 2 Juli yang diterima LSM. Bahkan beberapa di antaranya ada pasal yang dihapuskan misalnya tentang alat kelengkapan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) dan keterwakilan perempuan. Koalisi menduga perubahan ini tidak didasarkan pada naskah akademis yang disiapkan sebelumnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.