Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Lembaga Survei yang Berbohong!

Kompas.com - 10/07/2014, 06:51 WIB
Catatan Kaki Jodhi Yudono

Pemilihan presiden dan wakil presiden sudah berlangsung kemarin. Semua pihak, termasuk para kandidat, menyatakan terima kasih kepada rakyat Indonesia karena Pilpres 2014 berlangsung aman. Semua lega, karena sudah melaksanakan hajat lima tahunan yang menghabiskan biaya triliunan rupiah, serta memeras tenaga dan pikiran para kandidat, tim sukses, termasuk para penggembira seperti kita.

Tetapi, rupanya kelegaan itu tak berlangsung lama. Sekira pukul 11.00 WIB, benih kekisruhan dimulai. Beberapa stasiun televisi, seperti Metro TV, TVOne, dan Kompas TV, mulai menayangkan quick count dari Indonesia timur. Awalnya, persentase perolehan suara kedua kandidat saling berkejaran, sebelum akhirnya hasil penghitungan cepat itu terbelah menjadi dua kubu.

Kubu pertama adalah Metro TV yang selama ini memang terasa berpihak ke pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Sementara kubu kedua adalah TV One dan ANTV serta MNC Grup (RCTI, Global TV, dan MNC TV) yang berpihak kepada pasangan Prabowo-Hatta Rajasa.

Pada layar kaca Metro TV menunjukkan angka yang menempatkan Jokowi dan JK unggul, sementara TV One dkk menempatkan Prabowo dan Hatta sebagai pemenang.

Setelah pemungutan di wilayah Indonesia barat berakhir pukul 13.00 WIB, beberapa stasiun televisi pun mulai menyiarkan hasil Pilpres. Metro TV ternyata tak sendirian. Sebab, semua stasiun televisi di luar TV One dkk itu ternyata menempatkan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai pemenang.

Dari sekian lembaga survei yang muncul, maka dapat kita kelompokkan. Ada empat lembaga survei yang memenangkan pasangan Prabowo-Hatta dalam quick count Pilpres 2014, yakni Puskaptis, Indonesia Research Center, Lembaga Survei Nasional, dan Jaringan Suara Indonesia. Sementara itu, ada tujuh lembaga survei yang memenangkan Jokowi-JK, yaitu Populi Center, CSIS, Litbang Kompas, Indikator Politik Indonesia, Lingkaran Survei Indonesia, RRI, dan Saiful Mujani Research Center.

Melihat fakta yang berbeda dari hasil yang disajikan lembaga-lembaga survei tersebut, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampow mengatakan, "Melihat hasil seperti itu, sudah pasti ada lembaga survei berbohong. Ini tentu sangat memprihatinkan. Pasti ada lembaga survei yang mengumumkan hasil sesuai kemauan yang membayarnya," ujar Jeirry kepada Tribunnews.com, Rabu (9/7/2014).

Publik, sambung Jeirry, mengaku prihatin karena para peneliti lembaga survei mau menggadaikan ilmu dan keahliannya untuk kepentingan kandidat yang membayar. Fenomena ini sangat menyedihkan karena bisa memicu hal-hal yang tak diinginkan. Kalau kemudian ada lembaga survei yang berbohong, publik harus minta pertanggungjawaban mereka. Sebab, kebohongan dan manipulasi yang mereka lakukan bisa menimbulkan gesekan sosial di antara para pendukung pasangan calon.

Senada dengan Jeirry, pengajar jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Mada Sukmajati, mengungkapkan, setiap lembaga survei memang memiliki metodologi tersendiri dalam melakukan hitung cepat pada Pilpres 2014. Namun, jauh di atas persoalan metodologi, kredibilitas dan etiket menjadi hal yang utama yang harus dipegang lembaga survei. "Ini penting karena terkait dengan kemampuan menarik kesimpulan. Masyarakat sendiri juga bisa melacak, mana lembaga survei yang bisa dipercaya dan mana yang tidak. Terus terang saja, saya baru mendengar nama lembaga survei yang saat ini memenangkan Prabowo-Hatta," ujarnya saat berbincang dengan Kompas.com, Rabu (9/7/2014).

Sementara itu, staf pengajar Jurusan Matematika Universitas Indonesia, Titin Sumi, menyebutkan, dalam kegiatan hitung cepat saat ini, kredibilitas lembaga survei sangat dipertaruhkan. Namun, ada juga kecenderungan lembaga survei yang mendapatkan pesanan dari pihak yang membayar. "Saat ini, banyak lembaga survei yang mengeluarkan hasil tergantung pada siapa yang membayar," ujarnya.

Terkait dengan hasil quick count yang berbeda, Titin menilai, hal itu bisa saja disebabkan oleh pengambilan sampel. "Untuk pengambilan sampel ini, memang tidak bisa disalahkan. Namun, yang pasti harus proporsional," ujarnya.

***

Selain menunggu hasil resmi dari KPU pada 22 Juli nanti, ada baiknya kita tunggu juga hasil audit Perhimpunan Survei Opini Publik (Persepi) yang akan mengaudit tujuh lembaga survei yang masuk dalam keanggotaan Persepi. Tujuh lembaga survei tersebut adalah Lembaga Survei Indonesia, Indikator, Saiful Mujani Research and Consulting, Cyrus Network, Populi Center, Jaringan Survei Indonesia (JSI), serta Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis).

"Semua lembaga penelitian tersebut telah menandatangani pakta integritas Persepi," kata anggota Dewan Etik Persepi, Hamdi Muluk, dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (9/7/2014).

Menurut Hamdi, perbedaan hasil survei ini dapat dimanfaatkan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk merusak proses pemilihan presiden.


***
Quick count atau hitung cepat hasil pemilu adalah sebuah metode verifikasi hasil pemilu yang dilakukan dengan menghitung persentase hasil pemilu di TPS-TPS yang dijadikan sampel. Dari sanalah kita akan mendapatkan gambaran dengan akurasi yang lebih tinggi karena quick count menghitung hasil pemilu langsung dari TPS target, bukan berdasarkan persepsi atau pengakuan responden.

Mengapa hasil quick count dapat dipercaya? Sebab, quick count dapat memperkirakan perolehan suara pemilu secara cepat sehingga dapat memverifikasi hasil resmi KPU. Lebih jauh, quick count mampu mendeteksi dan melaporkan penyimpangan, atau mengungkapkan kecurangan. Banyak contoh membuktikan quick count dapat membangun kepercayaan atas kinerja penyelenggara pemilu dan memberikan legitimasi terhadap proses pemilu.

Tentu saja, quick count tidak mendasarkan diri pada opini siapa pun, tetapi berbasis pada fakta lapangan, yaitu perolehan suara di TPS. Organisasi yang melakukan quick count mengumpulkan data dari tiap TPS, dan berusaha melakukan penghitungan cepat dari daerah pantauan yang dipilih secara acak. Para pemantau berada di TPS, dan melaporkan secara langsung proses pemungutan dan penghitungan surat suara.

Quick count adalah anak kandung dari ilmu pengetahuan yang berpijak pada kebenaran, akal, pengalaman, dan tentu saja nurani. Di dalamnya terangkum sekumpulan teori-teori yang disepakati dan dapat diuji secara sistematik dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu.

Itu artinya, jika ada yang sengaja menampilkan hasil yang berbeda hanya demi menyenangkan tuannya yang membayar, bisa dipastikan akan segera terkuak jejaknya. Lembaga tersebut tak cuma mempertaruhkan kredibilitasnya sebagai sebuah lembaga survei, tetapi juga mempertaruhkan martabat dan juga keamanan bangsa ini.

@JodhiY

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Setelah Bertemu Jokowi, Menlu China Wang Yi Akan Temui Prabowo

Setelah Bertemu Jokowi, Menlu China Wang Yi Akan Temui Prabowo

Nasional
Kasus Pengemudi Fortuner Pakai Pelat TNI Palsu: Pelaku Ditangkap, Dilaporkan ke Puspom dan Bareskrim

Kasus Pengemudi Fortuner Pakai Pelat TNI Palsu: Pelaku Ditangkap, Dilaporkan ke Puspom dan Bareskrim

Nasional
Saat Eks Ajudan SYL Bongkar Pemberian Uang dalam Tas ke Firli Bahuri

Saat Eks Ajudan SYL Bongkar Pemberian Uang dalam Tas ke Firli Bahuri

Nasional
Menlu Retno Bertemu Menlu Wang Yi, Bahas Kerja Sama Ekonomi dan Situasi Timur Tengah

Menlu Retno Bertemu Menlu Wang Yi, Bahas Kerja Sama Ekonomi dan Situasi Timur Tengah

Nasional
Soroti Kasus 'Ferienjob', Dirjen HAM Sebut Mahasiswa yang Akan Kerja Perlu Tahu Bahaya TPPO

Soroti Kasus "Ferienjob", Dirjen HAM Sebut Mahasiswa yang Akan Kerja Perlu Tahu Bahaya TPPO

Nasional
Mengkaji Arah Putusan MK dalam Sengketa Pilpres 2024

Mengkaji Arah Putusan MK dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Densus 88 Tangkap 7 Terduga Teroris Jaringan Jamaah Islamiyah di Sulawesi Tengah

Densus 88 Tangkap 7 Terduga Teroris Jaringan Jamaah Islamiyah di Sulawesi Tengah

Nasional
Mantan PM Inggris Tony Blair Temui Jokowi di Istana

Mantan PM Inggris Tony Blair Temui Jokowi di Istana

Nasional
Pendukung Akan Aksi di MK, TKN: Turun ke Jalan Bukan Gaya Prabowo Banget, tetapi Keadaan Memaksa

Pendukung Akan Aksi di MK, TKN: Turun ke Jalan Bukan Gaya Prabowo Banget, tetapi Keadaan Memaksa

Nasional
Menlu China Wang Yi Datang ke Istana untuk Temui Jokowi

Menlu China Wang Yi Datang ke Istana untuk Temui Jokowi

Nasional
Suami Zaskia Gotik, Sirajudin Machmud Jadi Saksi Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Suami Zaskia Gotik, Sirajudin Machmud Jadi Saksi Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Nasional
Banjir Dubai, Kemenlu Sebut Tak Ada WNI Jadi Korban

Banjir Dubai, Kemenlu Sebut Tak Ada WNI Jadi Korban

Nasional
Jokowi Ungkap Indikasi Pencucian Uang Lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Jokowi Ungkap Indikasi Pencucian Uang Lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Pertemuan Jokowi-Megawati yang Seolah Rencana Kosong

Pertemuan Jokowi-Megawati yang Seolah Rencana Kosong

Nasional
Beragam Respons Kubu Prabowo-Gibran soal 'Amicus Curiae' Megawati dan Sejumlah Tokoh Lain

Beragam Respons Kubu Prabowo-Gibran soal "Amicus Curiae" Megawati dan Sejumlah Tokoh Lain

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com