Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonomi Kerakyatan dan Revolusi Mental

Kompas.com - 04/07/2014, 06:42 WIB

Oleh Benny Pasaribu

APA yang salah dari pengelolaan negara kita yang kekayaan alamnya melimpah? Kita hidup dalam paradoks. Di luar negeri, kita dipuji setinggi langit atas kemajuan ekonomi dan demokrasi. Di dalam negeri, rakyat berkutat menghadapi kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan sosial.

Pengelolaan makroekonomi memang cukup berhasil di tengah terpaan krisis global 2008. Selama 2008-2013, ekonomi tumbuh rata-rata 5,85 persen. Indonesia pun masuk 10 besar ekonomi
dunia. APBN terus naik menjadi Rp 1.726 triliun pada 2013. Pendapatan domestik bruto (PDB) per kapita mencapai Rp 36,5 juta pada 2013.

Namun, pada saat bersamaan ketimpangan melebar. Sejak 2004, tren angka rasio gini meningkat (0,413 pada 2013), tertinggi sejak 1964. Angka kemiskinan masih tinggi, yakni 28,55 juta orang pada 2013, dengan patokan garis kemiskinan Rp 292.951 per bulan per kapita. Jumlah warga miskin kita hampir sama dengan seluruh penduduk Malaysia. Tingkat pengangguran juga masih tinggi, 7,15 juta warga pada 2014. Utang luar negeri hampir Rp 3.000 triliun.

Orientasi pembangunan ekonomi menjauh dari sistem ekonomi kerakyatan yang diamanahkan Pancasila dan UUD 1945. Selain itu, implementasinya juga tidak mampu menyentuh persoalan rakyat.

Ekonomi konstitusional

Cita-cita utama pembentukan negara kita ialah keinginan luhur mewujudkan ”keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” yang dijiwai empat sila lain dalam Pancasila.

UUD 1945 menjabarkan cita-cita luhur itu, antara lain berupa jaminan hak setiap warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (Pasal 27), mendapatkan pengajaran (Pasal 31), serta hak fakir miskin dan anak-anak telantar (Pasal 34).

Adapun Pasal 33 menggariskan mekanisme mewujudkan cita-cita itu, yakni perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan (ayat 1). Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara (ayat 2). Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat (ayat 3).

Sistem ekonomi kerakyatan bertujuan mewujudkan kesejahteraan rakyat (bonum commune). Sekurangnya ada tujuh elemen penting dalam sistem ekonomi kerakyatan. Pertama, negara harus menjadi pemegang kuasa mutlak atas sumber daya alam (SDA) yang kita miliki. Pengelolaannya bisa diserahkan kepada BUMN, koperasi, dan swasta sesuai keunggulan komparatif masing-masing. Pemerintah harus tetap sebagai pengendali.

Kedua, kebijakan fiskal lebih terkendali dengan menyeimbangkan penerimaan dan pengeluaran. Fokusnya pada pemberian subsidi kepada warga yang membutuhkan, optimalisasi penerimaan pajak dan bukan pajak, penyediaan barang dan jasa publik, termasuk infrastruktur, sarana pendidikan dan kesehatan, serta penanggulangan kemiskinan. Kebijakan moneter dan perbankan harus lebih longgar dengan fokus pada stabilisasi nilai rupiah.

Ketiga, kebijakan industri dan perdagangan diarahkan untuk mewujudkan struktur industri yang kuat, efisien, dan berdaya saing tinggi. Pemberdayaan UMKM dan koperasi mutlak dilakukan oleh negara. Kompetisi dikendalikan agar berlangsung sehat dan mengarah ke pola kerja sama/kemitraan, bukan saling mematikan.

Berdasarkan studi yang saya lakukan dengan menggunakan computable general equilibrium (CGE), dari 18 sektor, pangan dan minuman (F&B) paling unggul untuk dipilih sebagai target industri yang dikembangkan oleh pemerintah. Sektor ini akan membuka lebih banyak lapangan kerja (3-5 juta per tahun) serta meningkatkan devisa dan nilai rupiah. F&B juga bisa jadi andalan ekspor dan tulang punggung terwujudnya kedaulatan pangan dan energi.

Keempat, tata kelola pemerintahan yang baik diarahkan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas serta bebas dari korupsi. Reformasi birokrasi diarahkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan serta kesejahteraan PNS dan TNI/Polri. Perizinan harus dipermudah, cepat, dan murah.

Kelima, reformasi agraria menjadi sangat penting guna mempermudah akses rakyat terhadap lahan. Negara harus menerapkan pembatasan atas pemilikan atau pengusahaan lahan oleh swasta dan mengendalikan pergerakan harga tanah.

Keenam, penguatan otonomi daerah diarahkan untuk lebih memberdayakan desa sebagai ujung tombak pemberantasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan. Pemberdayaan desa dilakukan lewat musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) desa. Anggaran desa dapat melebihi Rp 1 miliar per tahun sesuai kebutuhan.

Ketujuh, pembangunan sumber daya manusia (SDM) diarahkan untuk meningkatkan mutu dan produktivitas. Di sinilah relevansi pembangunan karakter dan revolusi mental sebagaimana digaungkan Joko Widodo (Jokowi) (Kompas, 10 Mei 2014). Sistem ekonomi kerakyatan membutuhkan SDM yang memiliki mental dan semangat gotong royong dan kekeluargaan.

Masyarakat berkarakter seperti itu tidak mengutamakan kepentingan pribadi atau golongan, toleran, tidak masa bodoh (free rider), tidak ada moral hazard serta ada transparansi dan akuntabilitas.

Akhirnya, pembangunan ekonomi tidak bisa terlepas dari pembangunan karakter manusia dengan memupuk solidaritas dan tanggung jawab untuk maju bersama (development inclusion). Untuk itu, kita memerlukan Undang-Undang Ekonomi Kerakyatan guna menjabarkan Pasal 33 UUD 1945.

Benny Pasaribu
Praktisi Ekonomi Kerakyatan, Meraih Gelar Doktor Ekonomi dari Universitas Ottawa, Kanada
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Nasional
Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Nasional
Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Nasional
Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Selain Menteri PDI-P, Menteri dari Nasdem dan 2 Menteri PKB Tak Ikut Buka Puasa Bersama Jokowi

Selain Menteri PDI-P, Menteri dari Nasdem dan 2 Menteri PKB Tak Ikut Buka Puasa Bersama Jokowi

Nasional
Imigrasi Bakal Tambah 50 'Autogate' di Bandara Ngurah Rai

Imigrasi Bakal Tambah 50 "Autogate" di Bandara Ngurah Rai

Nasional
Diminta Timnas Anies-Muhaimin Hadiri Sidang MK, Sri Mulyani Senyum dan Geleng-geleng Kepala

Diminta Timnas Anies-Muhaimin Hadiri Sidang MK, Sri Mulyani Senyum dan Geleng-geleng Kepala

Nasional
Imigrasi Terapkan SIMKIM di PLBN Buat Pantau Pelintas Batas

Imigrasi Terapkan SIMKIM di PLBN Buat Pantau Pelintas Batas

Nasional
Imigrasi Bakal Terapkan 'Bridging Visa' Buat WNA Sedang Urus Izin Tinggal

Imigrasi Bakal Terapkan "Bridging Visa" Buat WNA Sedang Urus Izin Tinggal

Nasional
Muncul Wacana Cak Imin Maju di Pilgub Jatim, Dewan Syuro PKB: Fokus Kawal MK

Muncul Wacana Cak Imin Maju di Pilgub Jatim, Dewan Syuro PKB: Fokus Kawal MK

Nasional
Seluruh Kantor Imigrasi Kini Layani Pembuatan Paspor Elektronik

Seluruh Kantor Imigrasi Kini Layani Pembuatan Paspor Elektronik

Nasional
KPK Sebut Nasdem Sudah Kembalikan Rp 40 Juta dari SYL

KPK Sebut Nasdem Sudah Kembalikan Rp 40 Juta dari SYL

Nasional
17 Agustus 2024, Paspor RI Ganti Warna

17 Agustus 2024, Paspor RI Ganti Warna

Nasional
Komisi VIII DPR Harap Resolusi Gencatan Senjata di Gaza Akhiri Penderitaan Rakyat Palestina

Komisi VIII DPR Harap Resolusi Gencatan Senjata di Gaza Akhiri Penderitaan Rakyat Palestina

Nasional
PAN Sebut Susunan Kabinet Prabowo Akan Dibahas Usai Gugatan di MK Selesai

PAN Sebut Susunan Kabinet Prabowo Akan Dibahas Usai Gugatan di MK Selesai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com