Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Agus Gumiwang Melawan Pemecatan Golkar Bukan karena Jabatan di DPR

Kompas.com - 27/06/2014, 10:54 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Mantan Ketua DPP Partai Golkar, Agus Gumiwang Kartasasmita, menegaskan bahwa perlawanannya terhadap pemecatan dirinya dari keanggotaan partai bukan terkait jabatannya sebagai anggota DPR periode 2014-2019. Bagi Agus, perlawanan itu untuk menegakkan kebenaran.

"(Penolakan pemecatan) ini bukan tentang saya sebagai anggota DPR. Itu kecil sekali buat saya," ujar Agus di Jakarta, Kamis (26/6/2014).

Agus mengatakan, jabatan tersebut memang penting karena sebagai bagian kontribusi kepada masyarakat. Namun, menurut dia, yang lebih penting adalah memperjuangkan kebenaran. Ia mengaku tidak ingin memberikan preseden buruk kepada generasi baru, sehingga kemudian patah arang melihat kondisi Golkar.

Agus merasa diperlakukan tidak adil. Pasalnya, bukan hanya dirinya yang secara terbuka mendukung pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam Pilpres mendatang, tetapi banyak kader Golkar lain bersikap sama. Banyak kader Golkar menolak mendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

"Bahkan lebih vulgar dari kita kok. Bukan hanya senior, saya tidak sebut nama ya, tapi yang junior-junior mendukung Jokowi-JK itu banyak," kata Agus.

Namun, kata Agus, kader Golkar lainnya tidak ada yang mendapat sanksi pemecatan dari keanggotaan partai seperti yang diterima olehnya, dan dua kader Golkar lain, yakni Poempida Hidayatullah dan Nusron Wahid.

Jalur hukum

Pengacara tiga kader Golkar itu, Todung Mulya Lubis, menilai pemberhentian Nusron, Poempida, dan Agus dari keanggotaan Golkar cacat hukum. Pasalnya, keputusan pemecatan yang ditandatangtani Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie dan Sekjen Golkar Idrus Marham itu tidak sesuai prosedur di internal partai.

"Pemberhentian itu tidak punya kekuatan hukum. Tidak sah," ujar Todung.

Todung menjelaskan, sesuai mekanisme, DPP Golkar mesti mengeluarkan peringatan pertama. Pihak yang diberi peringatan lalu diberi waktu untuk klarifikasi dalam waktu 20 hari. Jika tidak ada respon, harus ada peringatan kedua yang diberikan jangka waktu 10 hari. Setelah itu, yang bersangkutan juga punya hak untuk melakukan pembelaan diri sebelum dilakukan pemecatan. Namun, mekanisme itu tidak dilakukan partai.

"Tidak mungkin, seseorang dalam organisasi manapun, tidak punya kesempatan untuk bela diri," kata Todung.

Todung menambahkan, pihaknya akan menyurati Komisi Pemilihan Umum atas keputusan Golkar itu. Pasalnya, putusan Golkar itu akan berdampak pada Agus dan Nusron, yang terpilih kembali sebagai anggota DPR periode 2014-2019.

Menurut Todung, siapapun yang dipilih dalam pemilu legislatif merupakan pilihan konstituen. Partai politik tidak bisa mengurangi kepercayaan masyarakat kepada wakilnya di parlemen.

"Apakah parpol bisa meredusir pilihan konstituen yang sudah diberikan? Menurut saya tidak bisa," pungkas Todung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com