Nukman mengungkapkan, obrolan politik yang hanya diperbincangkan antarteman, bisa disusupi oleh pihak yang berkepentingan untuk mengacaukan diskusi yang sudah berjalan baik. Biasanya, mereka menjelek-jelekkan kandidat tertentu dan merasa calon presiden jagoannya adalah yang paling benar. Yang paling parah, kata Nukman, pendukung fanatik yang tak jarang pula adalah pasukan cyber kandidat tertentu itu juga bisa menyebarkan fitnah atau kabar bohong.
Nukman meminta agar pengguna media sosial memiliki rasa tanggung jawab atas informasi yang disebarnya.
“Sebarkan informasi yang sumbernya jelas dan benar. Jangan ambil dari sumber abal-abal,” kata Nukman kepada Kompas.com, Kamis (26/6/2014).
“Untuk menghadapi situasi ini, yang terpenting adalah para pengguna media sosial harus semakin dewasa ketika menerima informasi dari media sosial. Cek kebenarannya melalui media massa yang memiliki reputasi,” ujarnya.
Lalu, bagaimana kalau media massa dianggap sudah berpihak? “Gunakan akal sehat!” ucap Nukman.
Cek dan ricek informasi penting dilakukan. Nukman mencontohkan, jika ada informasi yang mendiskreditkan Prabowo atau Jokowi di media sosial, lihatlah lebih dari satu media massa untuk memastikan kebenaran informasi itu.
Nukman juga mengingatkan agar para pengguna media sosial tidak mendewakan calon presiden jagoannya. Ketika Jokowi ada kekeliruan dalam menanggapi "buyback" Indosat, misalnya, Nukman meminta agar para pendukung Jokowi mengakui kekurangan capres idolanya itu. Demikian pula dengan sosok Prabowo yang dihantam isu pemecatan dari dunia militer.
“Ketika jagoan Anda salah ya enggak usah dibela mati-matian. Kita enggak boleh memuja capres bagaikan dewa,” ujarnya.
Dengan sekian hari tersisa menjelang 9 Juli, Nukman berharap agar obrolan politik di media sosial lebih berbicara pada hal-hal positif dari dua kandidat capres yang ada. Masyarakat, kata Nukman, sudah jenuh dengan gempuran kampanye hitam yang dimainkan di media sosial. Beberapa orang bahkan memilih tak aktif sementara waktu di media sosial akibat kacaunya informasi yang berseliweran.
Di sisi lain, Nukman berharap agar media massa tidak lagi menelan mentah-mentah isu yang berkembang di dunia maya. Hal ini terjadi pada pemberitaan tentang transkrip rekaman pembicaraan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dengan Jaksa Agung Basrief Arief. Dalam kasus itu, ujar Nukman, media massa mainstream justru larut dalam informasi yang ada di dunia media sosial.
“Media harus hati-hati, kalau tidak hati-hati justru akan membuat kekecauan,” katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.