JAKARTA, KOMPAS.com — Advokad Susi Tur Andayani divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan penjara dalam kasus dugaan suap pengurusan sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi. Putusan Susi itu dibacakan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (23/6/2014).
"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," ujar Ketua Majelis Hakim Goysen Butarbutar.
Dalam pertimbangan yang memberatkan, hakim menilai, Susi tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Sebagai seorang praktisi hukum dan advokad, Susi seharusnya menjalankan profesi dengan memegang kode etik advokad. Perbuatan Susi juga dinilai telah menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan, khususnya MK.
"Perbuatan terdakwa dapat merusak nilai-nilai demokrasi dalam penyelenggaran pemilihan umum kepala daerah," lanjut hakim.
Adapun hal yang meringankan, yaitu Susi sopan selama persidangan, belum pernah dihukum, mengakui perbuatan, dan masih memiliki tanggungan keluarga.
Menurut hakim, Susi terbukti menyuap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) saat itu, Akil Mochtar, terkait pengurusan sengketa Pilkada Lebak sebesar Rp 1 miliar dan Lampung Selatan sebesar Rp 500 juta.
Dalam sengketa Pilkada Lebak, Susi merupakan pengacara pasangan calon bupati Lebak dan wakil bupati Lebak, Amir Hamzah dan Kasmin. Amir-Kasmin mengajukan gugatan ke MK karena kalah suara dengan pasangan Iti Oktavia Jayabaya-Ade Sumardi.
Agar gugatan dimenangkan oleh Akil, Susi berencana menyuap Rp 1 miliar. Uang itu berasal dari adik Gubernur Banten nonaktif Ratu Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana. Dalam sengketa Pilkada Lampung Selatan, Susi merupakan pengacara pasangan calon bupati dan wakil bupati Lampung Selatan Rycko Menoza dan Eki Setyanto.
Susi juga dinilai terbukti memberikan Rp 500 juta untuk Akil. Uang itu, disebut untuk memengaruhi Akil dalam memutus permohonan keberatan hasil Pilkada Lampung Selatan yang diajukan pasangan lawan Rycko-Eki.
Pihak Rycko menginginkan MK menolak permohonan keberatan itu agar pasangan Rycko-Eki tetap dinyatakan sah sebagai pemenang pilkada Lampung Selatan.
Hakim menyatakan, Susi tidak terbukti bersalah melakukan korupsi dalam Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dakwaan yang disusun jaksa penuntut umum KPK.
Namun, menurut hakim, Susi justru terbukti bersalah menyuap hakim sebagaimana Pasal 6 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Hakim juga menilai Susi terbukti melanggar Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.
Putusan ini lebih rendah dari tuntutan jaksa sebelumnya, yaitu 7 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 3 bulan penjara dalam kasus dugaan suap sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK). Atas vonis ini, Susi menyatakan pikir-pikir untuk banding.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.