JAKARTA, KOMPAS.com — Sebuah selebaran berwarna merah muda (pink) dikabarkan beredar di kawasan Depok, Karawang, Purwakarta dan Lenteng Agung, Jakarta. Selebaran itu memuat tulisan yang berisi artikel yang menyudutkan calon presiden Prabowo Subianto.
Pada bagian depan selebaran terdapat tulisan "Pertarungan Seru dan Menegangkan Pemilihan Presiden Republik Indonesia 9 Juli 2014" dengan foto Joko Widodo dan Prabowo. Pada bagian bawah terdapat gambar peta Indonesia dan tulisan yang mengimbau agar masyarakat tidak "golput". Sementara itu, di bagian dalam selebaran terdapat tulisan yang menggambarkan perbandingan antara Jokowi dan Prabowo.
Pada sisi Jokowi ditampilkan keberhasilan dirinya selama menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, seperti penertiban Pasar Tanah Abang, pembuatan Waduk Ria Rio dan Waduk Pluit, Kartu Jakarta Sehat dan Kartu Jakarta Pintar, serta rencana pembangunan monorel.
Sementara pada sisi Prabowo disebutkan bahwa ia terbukti bertanggung jawab atas penculikan aktivis pro-demokrasi 1997-1998 sehingga dipecat dari TNI oleh Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto atas rekomendasi Dewan Kehormatan Perwira (DKP). Selain itu, Prabowo juga disebutkan berkoalisi dengan platform berbeda dan mengizinkan organisasi ekstrem dibuka di seluruh Indonesia.
Tim kuasa hukum Prabowo-Hatta, Habiburokhman, menilai, keberadaan selebaran tersebut merugikan pihaknya. Pasalnya, menurut dia, apa yang dituliskan di dalam selebaran itu tidak terbukti kebenarannya.
“Tabloid pink dikatakan bahwa Pak Prabowo adalah dalang penculikan aktivis, terbukti bertanggung jawab atas penculikan. Nah hal-hal yang dituduhkan itu tindak pidana yang sangat serius, bahkan itu adalah pelanggaran HAM, di mana Pak Prabowo faktanya sama sekali tidak terbukti pernah terlibat,” kata Habiburokhman di Rumah Polonia, Rabu (18/6/2014).
Lebih jauh, ia mengaku miris atas sebaran selebaran yang dilakukan oleh pihak tak bertanggung jawab itu. Pasalnya, selebaran tersebut disebar di sejumlah rumah ibadah di empat wilayah itu.
Habiburokhman menambahkan, pihaknya telah melaporkan hal ini ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jumat (13/6/2014) lalu. Namun, ia kecewa lantaran mendapat perlakuan diskriminasi dari Bawaslu.
Pasalnya, Bawaslu belum menindaklanjuti laporan yang dibuatnya. Padahal, Bawaslu hanya memiliki waktu lima hari untuk menyelesaikan setiap laporan yang diajukan.
“Kalau Obor Rakyat langsung Polri, BIN, turun tangan. Sedangkan kasus ini yang sudah dilaporkan sejak minggu lalu ke Bawaslu belum ada progres. Kita belum dipanggil dan lain-lain,” katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.