Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Verifikasi Pemecatan Prabowo, Keputusan KPU soal Capres Akan Digugat

Kompas.com - 10/06/2014, 14:30 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Lupa akan menggugat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 453 tentang Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Peserta Pemilu Presiden 2014 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Keputusan itu dinilai melanggar undang-undang karena tidak memverifikasi pemecatan capres nomor urut 1 Prabowo Subianto dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

"Kami akan menggugat keputusan KPU soal penetapan capres itu ke PTUN. Kami menilai KPU melanggar UU dalam keputusannya tersebut," ujar anggota Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Lupa sekaligus Direktur Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Bahrain, di Kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Selasa (10/6/2014).

Dia mengatakan, keputusan KPU tersebut melanggar UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu dan UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Menurut dia, UU Penyelenggara Pemilu memerintahkan KPU harus bekerja secara profesional dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Nyatanya, kata dia, KPU tidak melakukan verifikasi atas syarat tidak pernah melakukan perbuatan tercela pada pencalonan Prabowo.

"KPU hanya mengandalkan surat dari kepolisian yang sangat mudah didapat itu. Padahal, sudah jadi rahasia umum Prabowo itu melanggar HAM," ujar Bahrain.

Ia mengatakan, dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah saja, KPU di daerah melakukan verifikasi faktual terhadap administrasi yang disampaikan bakal calon.

Gugatan koalisi itu akan segera didaftarkan ke PTUN. Namun, Bahrain tidak menyebut kapan waktunya. "Kemarin kami masih menyiapkan berkas-berkas. Begitu selesai, akan langsung kami daftarkan gugatan," kata dia.

Salinan surat berisi keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) itu beredar luas di media sosial. Dalam surat tersebut tertulis bahwa keputusan DKP dibuat pada 21 Agustus 1998. Di empat lembar surat itu tertulis mengenai pertimbangan atas berbagai pelanggaran yang dilakukan Prabowo. Tindakan Prabowo disebut tidak layak terjadi dalam kehidupan prajurit dan kehidupan perwira TNI. Tindakan Prabowo juga disebut merugikan kehormatan Kopassus, TNI AD, ABRI, bangsa dan negara.

"Sesuai dengan hal-hal tersebut di atas, maka Perwira Terperiksa atas nama Letnan Jenderal Prabowo Subianto disarankan dijatuhkan hukum administrasi berupa pemberhentian dari dinas keprajuritan," demikian isi surat tersebut.

Hingga kini belum ada konfirmasi dari TNI tentang kebenaran isi surat tersebut. Panglima TNI Jenderal Moeldoko menolak berkomentar tentang hal itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com