Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Syarat Menang Pilpres Multitafsir

Kompas.com - 06/06/2014, 18:09 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Syarat minimal yang harus diperoleh pasangan calon presiden dan calon wakil presiden untuk memenangi pemilu presiden, seperti yang diatur di UUD 1945 dan UU 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, berpotensi multitafsir. Ini karena Pemilu Presiden 2014 hanya diikuti dua pasangan calon.

Untuk mengatasi hal ini, Komisi Pemilihan Umum akan berkonsultasi dengan penyusun UUD 1945 hasil amandemen dan UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden, serta para ahli.

”Nantinya, hasil konsultasi akan menjadi pertimbangan KPU menyusun kebijakan dan tentu perlu dikomunikasikan dengan pasangan calon,” kata Komisioner KPU Ida Budhiati, Kamis (5/6/2014), di Jakarta.

Pasal 6A Ayat (3) UUD 1945 menyebutkan ”Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden”.

Aturan itu lalu diterjemahkan di dalam Pasal 159 Ayat (1) UU No 42/2008.

Ida menuturkan, secara teks UU No 42/2008, jika tak ada pasangan capres/cawapres yang memenuhi syarat kemenangan yang ada di Pasal 6A Ayat (3) UUD 1945, pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dipilih kembali oleh rakyat secara langsung.

Pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilu putaran kedua ini dilantik sebagai presiden dan wakil presiden. Ketentuan ini dimuat dalam Pasal 159 Ayat (2) UU 42/2008.

Menurut Ida, ketentuan itu muncul karena secara prinsip, pemilu presiden di Indonesia mengadopsi sistem pemilu dua putaran (two round system) yang dikombinasikan distribusi suara berbasis geografis atau wilayah administratif. ”Itu berbeda dengan sistem first-pass-the-post, yaitu pasangan calon terpilih ditetapkan berdasarkan perolehan suara terbanyak,” ujar Ida.

Sistem first-pass-the-post, menurut Ida, biasa digunakan jika yang berlaga hanya ada dua partai atau dua kandidat.

Masalahnya, saat ini hanya dua pasangan yang mengikuti pemilu presiden. Apakah pemungutan suara putaran kedua juga dibutuhkan jika ternyata pemenang Pemilu Presiden 9 Juli nanti tak mampu memperoleh suara minimal 20 persen di setengah dari jumlah provinsi di Indonesia atau di 17 provinsi? ”Hal itu yang perlu diantisipasi KPU dengan mendengar pendapat pemangku kepentingan dan para ahli hukum tata negara dan ahli pemilu, sebagai bahan pertimbangan sebelum menempuh kebijakan,” kata Ida.

Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Didik Supriyanto menyatakan, ”Dulu, alasan pembuat undang-undang ini menganggap jika capres mampu memenangi 50 persen lebih, dia dengan mudah bisa mendapatkan minimal 20 persen suara di 17 provinsi. Namun, pada persaingan yang ketat, ketentuan itu bisa sulit dipenuhi.”

Didik mengatakan, ada potensi masalah di tingkat horizontal jika ada pasangan tertentu sudah merasa menang lebih dari 50 persen, tetapi tidak memenuhi minimal 20 persen di 17 provinsi itu.

Beda pendapat

Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva tak bersedia memberikan pernyataan terkait masalah ini. ”Saya tidak ingin menjawab masalah itu karena jabatan,” kata dia.

Adapun Hakim Konstitusi Patrialis Akbar, yang juga salah satu pelaku perubahan UUD 1945, berpendapat Pasal 6A Ayat (3) UUD 1945 tetap berlaku meski pemilu presiden hanya diikuti dua pasangan calon.

”Presiden itu tak cuma representasi rakyat mayoritas, tetapi didukung representasi daerah. UUD bilang seperti itu. Bahasa konstitusi begitu,” kata Patrialis.

Apabila persyaratan di Pasal 6A Ayat (3) UUD 1945 tak terpenuhi, menurut Patrialis, perlu digelar pemilu putaran kedua. Di dalam putaran kedua, capres/cawapres terpilih adalah pasangan yang memperoleh suara terbanyak. Ketentuan mengenai sebaran suara minimal di separuh jumlah provinsi tak berlaku lagi.

Namun, mantan Hakim Konstitusi Harjono berpendapat, Pasal 6A Ayat (3) UUD 1945 tidak berlaku ketika hanya terdapat dua pasangan calon. ”Pokoknya yang menang adalah pasangan yang mendapat suara lebih dari 50 persen. Sudah. Tak perlu lagi menggunakan aturan tentang sebaran,” kata dia. (AMR/ANA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com