Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sikap Politik Muhammadiyah

Kompas.com - 22/05/2014, 15:48 WIB

Oleh: Zuly Qodir

"Muhammadiyah tidak berafiliasi dengan capres dari partai politik mana pun menjelang Pemilu Presiden 9 Juli mendatang," demikian diungkapkan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin (16/5/2014).

Pernyataan Din harus dibaca dengan jernih dan cermat menjelang Pilpres 9 Juli 2014. Sekurang-kurangnya terdapat dua pandangan yang dapat saya sampaikan terkait dengan sikap politik Muhammadiyah.

Pertama, Muhammadiyah me- nempatkan posisi semua parpol yang mengusung capres-cawapres sama saja. Mereka tak punya hubungan langsung dengan organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia  setelah Nahdlatul Ulama tersebut. Dengan memosisikan diri netral, Muhammadiyah dapat dikatakan sebagai king maker suara umat Islam Indonesia yang jumlahnya besar.

Suara Muhammadiyah sendiri, menurut survei Saiful Mujani (2009), mencapai 25 juta penduduk Indonesia. Cukup signifikan menjadi idola kalangan parpol melirik organisasi modernis Islam ini. Dengan posisi seperti itu, Muhammadiyah tak mengeksklusifkan parpol mana pun yang mengusung capres/cawapres meski sebagian orang Muhammadiyah tentu kecewa (karena sebagian politisi dari warga Muhammadiyah berharap mendukung salah satu parpol pengusung pasangan capres-cawapres pada Pilpres 9 Juli).

Rupanya terdapat parpol yang merasa "sangat dekat" bahkan jadi bagian integral Muhammadiyah sehingga selalu berusaha dengan banyak cara mengatakan bahwa inilah partai Muhammadiyah sehingga layak mendapat dukungan resmi Muhammadiyah dalam pileg dan pilpres. Parpol lain dianggap tak punya kede- katan istimewa dengan Muhammadiyah sehingga tak berhak mendapat dukungan dari Muhammadiyah.

Sikap politik seperti itu (dengan membaca secara jernih dan cermat pernyataan Ketua Umum Muhammadiyah) merupakan perilaku politik berlebihan. Muhammadiyah bukanlah organisasi politik praktis yang bergerak dalam gerakan dukung mendukung capres-cawapres dalam pilpres yang diselenggarakan di Indonesia sejak era Reformasi. Benar bahwa warga Muhammadiyah, bahkan sebagian elite Muhammadiyah, menjadi pengurus partai tertentu. Itu tak serta- merta menjadikan Muhammadiyah bagian dari parpol yang mencalonkan pasangan capres- cawapresnya.

Hal yang dapat dibenarkan adalah bahwa pilihan politik warga Muhammadiyah diserahkan kepada pribadi-pribadi yang memiliki kedekatan emosional dengan pasangan capres-cawapres tanpa harus menyebutkan bahwa itulah pasangan capres-cawapres resmi dari Muhammadiyah. Kesalahpahaman semacam ini harus disampaikan kepada publik dan warga Muhammadiyah karena jika tidak dilakukan, akan membuat antarsesama warga Muhammadiyah saling menelikung, saling menuduh, memfitnah, dan mendeskreditkan jika tak memilih pasangan calon yang dikehendaki politisi Muhammadiyah yang aktif di parpol tertentu.

Politik tinggi

Kedua, politik tinggi Muhammadiyah, yakni politik kebangsa- an. Perilaku politik Muhammadiyah bukanlah perilaku politik dukung mendukung pasangan capres-cawapres pada Pilpres 9 Juli. Politik kebangsaan merupa- kan karakteristik politik Muhammadiyah yang telah dikembangkan sejak berdirinya Muhammadiyah dengan mendirikan amal usaha dalam bidang pendidikan, kesehatan, serta penyantunan anak yatim dan kaum duafa.

Muhammadiyah memang pernah menjadi "bagian dari Masyumi", tetapi segera siuman dan bertobat sehingga tak pernah jadi bagian dari parpol mana pun. Banyaknya warga Muhammadiyah di berbagai parpol menunjukkan kedewasaan politisi warga Muhammadiyah. Politisi yang berlatar Muhammadiyah tak memiliki klaim tunggal sebagai ”putra mahkota” Muhammadiyah yang harus diusung dan didukung secara resmi oleh persyarikatan Muhammadiyah.

Dengan demikian, kekecewaan sebagian politisi asal Muhammadiyah dapat dikatakan sebagai sikap dan perilaku politik tidak dewasa. Bahkan, dapat dikatakan sebagai sikap dan perilaku politik sektarian dan eksklusif sehingga merasa harus mendapat dukungan resmi dari persyarikatan Muhammadiyah. Maka, dalam konteks politik tinggi yang beradab, santun, dan bervisi, warga Muhammadiyah tak dibenarkan melakukan kampanye hitam terhadap capres-cawapres yang diusung parpol mana pun, termasuk yang dianggap tidak menjadi bagian dari Muhammadiyah.

Kita harus memosisikan Muhammadiyah benar-benar sebagai penyangga kekuatan civil Islam Indonesia yang harus didorong dan mendukung perkembangan masyarakat Islam yang toleran, humanis, dan inklusif, bukan karakteristik Islam Indonesia yang penuh kekerasan dan ancaman sehingga menakutkan sebagian umat Islam minoritas dan umat agama lain yang jumlahnya juga minoritas. Muhammadiyah harus terus didorong menciptakan dan mengampanyekan Islam moderat sebagai genre Islam Indonesia.

Karena itu, sikap politik Muhammadiyah yang disampaikan Din harus dipahami sebagai bagian penting Muhammadiyah dalam menjaga khitah Muhammadiyah yang sejak awal tak diagen- dakan jadi "gerakan politik praktis" dan sebagai parpol. Namun, Muhammadiyah adalah persyarikatan Islam yang mengemban amanah Islam rahmatan lil alamin dan membangun komunitas masyarakat baldatun thayibatun warabun ghofur.

Sikap netral yang disampaikan Din sekaligus sebagai ”sikap netral yang politis”. Hal ini karena Muhammadiyah memiliki posisi sangat penting sebagai bagian dari gerakan civil Islam Indonesia yang selalu berupaya mengampanyekan perilaku politik beradab. Perilaku politik beradab Muhammadiyah tak hanya mengejar keuntungan material dan kekuasaan, tetapi juga terjadinya perubahan pola pikir dan perilaku santun beretika dalam menjalankan tindakan politik praktis.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com