Padahal, kata Aviliani, angka pengangguran sekarang sekitar 2 juta orang. Artinya, bila pertumbuhan ekonomi hanya di kisaran 6 persen, masih ada potensi pengangguran bahwa sekitar 800.000 tenaga kerja tidak terserap. "Ada potensi konflik sosial di sini."
Adapun tantangan menyangkut daya saing, kata Aviliani, dalam bahasa gampangnya adalah kebutuhan untuk menggenjot ekspor demi menambah laju aliran dana masuk. "Selama ini yang dimainkan baru kebijakan moneter (untuk menjaga stabilitas ekonomi)," ujar dia. Indikasinya, sebut dia, kebijakan suku bunga masih terlalu dominan.
Kritik untuk program ideal
Meski berpendapat bahwa sosok para kandidat berikut platform yang diusung tak mendatangkan respons negatif dari pasar, Aviliani mengingatkan siapa pun presiden dan wakil presiden yang terpilih nanti untuk tak buru-buru memaksakan program ideal dalam platform mereka. "Program-program ideal itu butuh waktu lama untuk terwujud sepenuhnya," ujar dia.
Soal ketahanan pangan, misalnya, itu bukan program yang bisa terwujud dalam satu dua tahun. "Harus ada stabilisasi di tingkat petani," Aviliani memberikan gambaran. Dengan kepemilikan lahan petani masih di kisaran data saat ini, kata dia, target menambah produksi tak akan terjadi.
"(Platform ekonomi para kandidat) bagus di konsep, tetapi implementasi tak semudah itu," tekan Aviliani. Seruan untuk mengurangi impor dalam kondisi saat ini memberikan contoh lain. Bila dipaksakan, hal itu justru bisa memunculkan kekurangan pasokan bahan pangan.
"Selama ini tak terbangun buffer untuk pengaman bagi para petani," sebut Aviliani soal tantangan utama untuk pewujudan konsep ketahanan pangan yang diusung, baik oleh pasangan Jokowi-Kalla maupun Prabowo-Hatta. "Jaga petani jangan miskin!" pesan dia.
Sama halnya dengan pangan, Aviliani mengatakan bahwa ketahanan energi juga butuh waktu untuk bisa terealisasi. "Lima tahun menjabat dan jalankan kebijakan menuju ketahanan energi ini belum tentu ada hasilnya," kata dia. Untuk sektor energi, menggenjot produksi berarti butuh investasi teknologi.
(ANN)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.