Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kuasa Hukum: SBY Tak Pernah Diminta Persetujuan "Bail Out" Century

Kompas.com - 09/05/2014, 06:38 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kuasa hukum Susilo Bambang Yudhoyono, Palmer Situmorang, menyatakan tidak pernah ada intervensi yang dilakukan SBY selaku Presiden Indonesia terkait keputusan pemberian dana talangan (bail out) Rp 6,72 triliun untuk Bank Century.

Kebijakan pengucuran bail out itu dinilai kewenangan sepenuhnya dari Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang kala itu di bawah tanggung jawab Sri Mulyani Indrawati, selaku Menteri Keuangan, dan Boediono, selaku Gubernur Bank Indonesia saat itu.

"Dari keterangan Sri Mulyani dan JK (Jusuf Kalla, red), kami simpulkan bahwa ternyata tidak ada intervensi apa pun dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono," kata Palmer dalam siaran pers-nya, Kamis (8/5/2014).

Palmer menuliskan pula bahwa pengucuran dana talangan itu merupakan keputusan rapat KSSK pada 21 November 2008 dini hari. "Upaya mengait-ngaitkan SBY dengan bail out Bank Century adalah fitnah belaka," ujar dia.

Menurut Palmer, KSSK memiliki wewenang penuh untuk memutuskan status Bank Century sehingga tidak diperlukan lagi persetujuan atau otorisasi dari Presiden SBY maupun Wakil Presiden Jusuf Kalla. Menurut dia, pendapatnya ini dikuatkan oleh kronologi waktu pengambilan keputusan terkait Bank Century.

Kesaksian Sri Mulyani Indrawati sebagai Ketua KSSK di sidang Tipikor, Senin (5/5/2014), menerangkan bahwa laporan pertama soal pengucuran dana talangan itu dia sampaikan kepada Kalla pada 21 November 2008, seperti halnya laporan kepada Presiden SBY, melalui layanan pesan singkat.

Kalla dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor, Kamis (8/5/2014), mengatakan tidak pernah menerima laporan soal Bank Century ini melalui pesan singkat pukul 08.30 WIB pada 21 November 2008. "Demikian juga, Presiden SBY yang masih dalam perjalanan di luar negeri tidak pernah menerima pesan itu," kata Palmer.

Mengutip kesaksian Kalla, Palmer mengatakan bahwa Kalla melaporkan pertama kali ke Presiden SBY pada 26 November dini hari di Bandara Halim Perdana Kusuma. Kalla dalam kesaksiannya pun mengatakan Presiden SBY kaget menerima laporan tersebut seraya meminta diajukan laporan lebih terperinci.

"Kalau dirunut waktunya, pengambilan keputusan bail out diambil sekitar pukul 04.30 WIB pada 21 November 2008 dan SMS Sri Mulyani pukul 08.00 WIB, sedangkan laporan tertulis terkait keputusan tersebut baru disampaikan pada 25 November 2008," kata Palmer.

Fitnah

Terkait dugaan adanya aliran dana Bank Century sampai ke SBY, Palmer mengutip buku Selalu Ada Pilihan yang ditulis SBY. Pada halaman 132-133, SBY menjelaskan, penyelamatan Bank Century terjadi pada akhir November 2008, yakni jauh sebelum pemilihan umum, apalagi pemilu presiden.

Dalam buku itu dinyatakan SBY baru memikirkan pendamping setelah Partai Demokrat dipastikan dapat mengusung presiden sendiri. Proses pemilihan Boediono disebut terjadi melalui survei dan jajak pendapat publik yang digarap Saiful Mudjani. Hasil survei dan jajak pendapat yang disimpulkan pada awal Mei 2009 menunjukkan nama Boediono menempati peringkat tertinggi.

"Hasil resmi survei calon wakil presiden itu hingga kini masih saya simpan dengan rapi. Kalau semua pihak mengetahui sejarah dan proses saya memilih Pak Boediono sebagai calon wakil presiden dulu, yang difitnahkan kepada saya dan Pak Boediono itu sungguh keterlaluan," tulis SBY.

Pada halaman 166-168 buku yang sama, SBY menceriterakan bahwa Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama Prof Dr Said Aqil Siradj pernah menanyakan langsung isu aliran dana Century ini kepada SBY. Jawaban SBY untuk Said tertulis lengkap dalam buku tersebut.

"Isu itu sangat jahat. Uang seperti itu haram. Sebagai kepala negara saya harus memberi contoh untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak terpuji. Bahkan, ketika isu itu merebak, saya tantang, silakan cek ke BPK, KPK, PPATK, dan bahkan ke Bank Century itu sendiri, apakah ada satu rupiah pun yang mengalir ke kantong saya. Jawabannya nihil kan?"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com