Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Lalai, Kasus Surat Suara Tertukar Rugikan Negara dan Pemilih

Kompas.com - 10/04/2014, 19:44 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai, kelalaian Komisi Pemilihan Umum (KPU) sehingga tertukarnya surat suara di sejumlah daerah, merugikan pemilih. Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan, selain menurunkan tingkat partisipasi pemilih, juga akan memengaruhi pilihan mereka.

"Pemilihlah yang paling dirugikan dalam surat suara tertukar ini. Pemilih dirugikan karena tidak bisa memilih secara serentak," kata Titi, di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (10/4/2014).

Tertukarnya surat suara sehingga menyebabkan pelaksanaan pemungutan suara tak serentak, lanjut Titi, bisa mengubah kecenderungan pilihan pemilih. Apalagi, kata dia, hasil quick count  perolehan suara pemilu sudah dirilis.

"Misalnya tadinya dia mau pilih partai A, karena sudah menang, dia tidak jadi memilih partai itu. Atau karena partai A sudah menang, dia memilih mendukung partai yang kalah saja," kata Titi.

Terkait tingkat partisipasi, Titi mengatakan, pemilih tentu keberatan untuk datang ke TPS dua kali.

"Animo bisa menjadi turun. Mereka bisa jadi tidak mau lagi menggunakan hak pilihnya," ujar dia.

Selain pemilih, katanya, negara juga dirugikan karena harus mengeluarkan anggaran lagi untuk mencetak dan mendistribusikan surat suara. Titi mengatakan, KPU seharusnya melakukan kontrol ketat dalam proses distribusi logistik, seperti membuat strategi perencanaan yang antisipatif secara cepat dan tepat untuk menanggulangi surat suara yang tertukar sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.

Ratusan TPS

Jika dipersentase, kata Titi, jumlah TPS yang surat suaranya tertukar sekitar 500 TPS. Adapun, jumlah TPS di seluruh Indonesia sekitar 545.000.

"Mungkin jumlahnya tidak sampai 0,005 persen. Tapi itu tidak bisa jadi pemakluman. Kalau KPU tegas dan ketat soal distribusi logistik, kesalahan-kesalahan seharusnya bisa ditekan walau tidak bisa hilang 100 persen," kata Titi.

Seperti diberitakan sebelumnya, pada pemungutan suara Pemilu Legislatif 2014, Rabu (9/4/2014), KPU menemukan surat suara tidak di tempat yang dibutuhkan atau tidak di daerah pemilihan tersebut. Kasus itu ditemukan tersebar di beberapa daerah. Surat suara tertukar banyak ditemukan di Provinsi Jawa Barat.

Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay mengatakan, kasus surat suara tertukar bukan kesengajaan yang direkayasa penyelenggara pemilu. Ia mengakui, hal itu merupakan kelalaian petugas saat proses surat suara disortir.

"Tidak ada rekayasa, murni kelalaian saja. Mungkin tertukar saat penyortiran surat suara," ujar Hadar di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Kamis (10/4/2014).

Atas kelalaian petugas di lapangan tersebut, KPU menyampaikan permohonan maaf.

Untuk mengatasi masalah tersebut, KPU telah mengambil langkah penyelesaian. Pertama, menerbitkan surat edaran (SE) nomor 306/KPU/IV/2014 perihal penanganan surat suara tertukar. Dalam edaran tersebut disebutkan, jika kelompok panitia pemungutan suara (KPPS) menemukan surat suara tertukar sebelum penghitungan suara, maka penghitungan perolehan suara tidak dilakukan.

"Namun, jika KPPS baru menemukan surat suara tertukar setelah penghitungan suara berlangsung, maka hasil penghitungan suara dinyatakan tidak sah atau dibatalkan," ujar Ketua KPU Husni Kamil Manik, secara terpisah.

KPU juga menetapkan pemungutan suara ulang untuk TPS-TPS yang surat suaranya terulang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com