Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Boleh Bohong Asal Santun, Boleh Menculik Asal Santun?"

Kompas.com - 05/04/2014, 09:30 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Cara bakal calon presiden dari Partai Gerindra, Prabowo Subianto, menyindir bakal calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Joko Widodo, berbalik menjadi sindiran untuk dirinya sendiri. Lama-kelamaan, sindiran Prabowo diperkirakan bakal berbalik mengundang pertanyaan soal rekam jejaknya.

"Kalau dia katakan boleh bohong secara santun, boleh nggak menculik asal santun? Apakah memang orang itu sudah bicara jujur saat menyerang orang lain?" kata pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti, di Jakarta, Jumat (4/4/2014).

Ikrar mengatakan, Prabowo seharusnya membenahi diri dulu terkait tuduhan penculikan pada masa lalu. Prabowo, kata dia, harus menjelaskan penculikan itu. Alasan bahwa penculikan tersebut merupakan perintah atasan, menurut Ikrar, tak bisa diterima.

"Kalau perintah atasan lalu tidak mau mengungkap? Tidak boleh begitu. Anda (Prabowo) sekarang bukan militer, Anda ini capres. Jelaskanlah peristiwa-peristiwa itu," tekan Ikrar. Menurut dia, serangan Prabowo terhadap Jokowi tidak membuat banyak orang membenci Jokowi, tetapi justru sebaliknya membuat dukungan untuk Jokowi makin marak.

"Orang pun lama-lama akan muak, bahkan merasa mau muntah mendengar serangan seperti ini," kata Ikrar. Dia melihat dengan adanya serangan itu, Prabowo terlihat sekali sangat ingin berkuasa. "Kalau syahwat kekuasaan sudah di ubun-ubun dan ternyata tak bisa terlampiaskan, ngamuknya bisa setengah mati," imbuh Ikrar.

Seperti diberitakan, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto dalam kampanye terbukanya kerap menyindir sikap Jokowi. Misalnya, Prabowo menyindir keputusan Jokowi maju sebagai bakal capres dari PDI-P, padahal sudah berjanji akan membenahi Jakarta selama 5 tahun.

Sesudah itu, Prabowo pun melontarkan keheranan soal seseorang yang menurut dia mengajarinya berpolitik santun. "Ada seorang tokoh politik yang bikin statement yang kemarin saya baca di koran. Dia mengatakan, jangan saling menjelek-jelekkan. Saya setuju menjelek-jelekkan orang itu tidak baik," kata Prabowo.

Namun, kata Prabowo, dia merasa aneh dengan ajaran berpolitik santun itu. Keheranannya ini mendorong dia menulis sajak berjudul "Asal Santun". Berikut ini adalah sajak buatan Prabowo itu:

Asal Santun

Boleh bohong asal santun
Boleh mencuri asal santun
Boleh korupsi asal santun
Boleh khianat asal santun 
Boleh ingkar janji asal santun
Boleh jual negeri asal santun
Boleh menyerahkan kedaulatan negara kepada asing asal santun

Prabowo melihat pernyataan tokoh tersebut sebagai lahirnya sebuah budaya politik baru yang ia sebut budaya politik "boleh bohong". Padahal, kata dia, hampir semua orang selalu diajarkan untuk berkata jujur.

Sebelumnya, Joko Widodo meminta agar lawan politiknya bersaing secara santun dengan tidak saling ejek ataupun melempar serangan politik. Menurut Jokowi, lebih baik sesama kandidat beradu gagasan tentang persoalan Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com