Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perkara Dugaan Penghinaan Rasial, Ruhut Pantang Minta Maaf ke Boni Hargens

Kompas.com - 20/03/2014, 06:58 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Juru Bicara DPP Partai Demokrat Ruhut Sitompul menyatakan, ia tak akan meminta maaf kepada akademisi Universitas Indonesia, Bonefasius Hargens alias Boni Hargens. Ruhut merasa tak punya salah dan justru menyebut Boni tak paham permasalahan hukum.

"Emang gue pikirin? Boni itu enggak ngerti hukum," kata Ruhut, saat dihubungi, Rabu (19/3/2014) malam. Permasalahan antara Ruhut dan Boni bermula saat mereka sama-sama menjadi narasumber dalam sebuah diskusi.

Menurut Boni, Ruhut melakukan kekerasan berupa penghinaan dalam debat dialog di salah satu stasiun televisi nasional, Kamis (5/12/2013). Saat itu, Boni tak terima disebut pengamat "hitam" karena merasa sebagai penghinaan pada ras tertentu.

Namun, Ruhut berpendapat kata-kata "hitam" itu bukan ditujukan pada warna kulit, tetapi lebih pada posisi Boni sebagai pengamat yang menerima pesanan untuk menjatuhkan citra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"Boni bilang Pak SBY gagal memimpin. Berani sekali, apa tolok ukurnya? Kita lihat, masih berani enggak dia kalau kita buat laporan karena ucapannya itu," ucap Ruhut. Saat dikonfirmasi tentang naiknya status kasus laporan Boni tentang dia, dari penyelidikan ke penyidikan, Ruhut membantah.

Ruhut mengaku belum pernah sekali pun diperiksa terkait laporan Boni itu. Bahkan, kata dia, dipanggil ke Polda Metro Jaya untuk kasus ini pun belum pernah. Ruhut justru berpendapat bahwa Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terlalu jauh mencampuri urusannya dengan Boni.

Anggota Komisi III DPR ini membantah semua kesimpulan Komnas HAM yang menyatakan ia terbukti melakukan tindakan rasial. "Komnas HAM kayak enggak punya kerjaan. Ada apa dia (Komnas HAM) bela-bela Boni Hargens?" kecam dia.

Diberitakan sebelumnya, Komnas HAM menyimpulkan bahwa Ruhut terbukti melakukan tindakan rasial terhadap Boni Hargens. Ketua Pengawasan Diskriminasi Ras dan Etnis Komnas HAM Natalius Pigai mengatakan, Ruhut melanggar Pasal 4 UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Kemudian, Komnas HAM merekomendasikan kepada Polda Metro Jaya agar menerapkan Pasal 16 dan Pasal 4 huruf b angka 1, 2, dan 3 UU 40 Tahun 2008 dalam penyelidikan kasus itu. Menurut Pigai, Ruhut harus diproses dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan atau denda Rp 500 juta.

Boni melaporkan Ruhut atas dugaan penghinaan rasial tersebut ke Polda Metro Jaya pada Jumat (6/12/2013). Boni menyatakan telah memaafkan Ruhut, tetapi menolak mencabut laporannya sampai Ruhut mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada masyarakat melalui media massa.

Menurut Boni, tindakan rasial yang dilakukan Ruhut bukanlah masalah pribadi. Boni berterima kasih karena Ruhut melakukan kesalahan yang dapat menjadi pelajaran bagi masyarakat agar tak melakukan penghinaan rasial.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

Nasional
Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com