Yusril menjelaskan, dirinya baru saja mengajukan peninjauan kembali (PK) untuk kasus yang menimpa seseorang karena didakwa korupsi dan merugikan negara sebesar Rp 7 miliar. Salah satu dasar dakwaan itu adalah hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan.
"Tapi setelah diaudit (auditor selain BPK), tidak ada kerugian satu rupiah pun. Ini bagaimana, seperti saya dituduh mencuri motor, tapi yang memiliki motor tak merasa kehilangan," kata Yusril dalam acara Serial Seminar Dewan Guru Besar Universitas Indonesia, di Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (7/3/2014).
Yusril juga mengambil contoh mengenai kurang tegasnya aturan mengenai pemberantasan korupsi di Indonesia. Ia mengaku tak heran banyak pejabat yang diciduk Komisi Pemberantasan Korupsi karena definisi tindak pidana korupsi memungkinkan seseorang diciduk meski belum ada bukti yang jelas.
"Undang-Undang ditafsirkan semau-maunya penegak hukum. Di (Lapas) suka miskin, banyak pejabat, gubernur yang dipenjara. Tapi dalam kenyataannya enggak ada kerugian negara sepeserpun," ujarnya.
Atas alasan itu, Yusril mengaku lebih memilih akan membuat sistem yang kuat ketimbang memiliki orang yang baik seandainya dipercaya menjadi Presiden. Ia berkeyakinan, sistem yang kuat dapat memaksa seseorang yang buruk sekalipun untuk berbuat baik.
"Sebaliknya, orang yang baik dapat menjadi buruk jika sistemnya yang tidak kuat. Buktinya kita bisa berakhlak kalau ke Singapura, dan orang Singapura ikut-ikutan kita kalau lagi di Indonesia. Ini tugasnya negara membuat sistem," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.