Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Kabar RUU Jaminan Produk Halal?

Kompas.com - 27/02/2014, 09:26 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Persoalan memastikan kehalalan produk makanan, minuman, dan produk turunan yang dapat dikonsumsi kembali mencuat belakangan ini. Salah satu pertanyaan yang mencuat adalah, apa kabar RUU Jaminan Produk Halal?

"Belum ada kemajuan signifikan," aku Ketua Panitia Kerja RUU Jaminan Produk Halal di DPR, Ledia Hanifa, lewat pembicaraan telepon, Kamis (27/2/2014). Kendala terbesar, ujar dia, adalah keinginan pemerintah untuk mendapatkan kewenangan penuh dalam pengaturan dan pemberian sertifikasi halal sebagaimana diusulkan dalam RUU.

"Belum juga masuk substansi apa pun, sudah buntu di masalah kewenangan," kata Ledia. Dia mengatakan, persoalan serupa terjadi pada periode DPR sebelumnya sehingga RUU tersebut tak rampung.

RUU Jaminan Produk Halal adalah inisiatif DPR yang pertama kali muncul pada 2006, alias periode DPR sebelum masa para anggota dewan saat ini. Pembahasan saat itu tak selesai, tutur Ledia, juga karena kendala yang sama. "Saya dapat informasi itu dari anggota DPR yang sebelumnya sudah di DPR saat RUU itu dibahas," kata dia.

Memasuki periode baru DPR, karena tak ada konsep pewarisan RUU yang tak selesai di program legislasi nasional periode sebelumnya, RUU ini kembali diajukan sebagai inisiatif baru oleh DPR. "Baru diajukan pada Desember 2011, mulai lagi dari nol," kata dia.

Sertifikasi dan kewenangan

Semangat dari RUU ini, papar Ledia, adalah harus adanya standar yang menjadi patokan bersama untuk menentukan suatu produk makanan, minuman, dan produk turunannya memenuhi kriteria halal menurut syariah Islam.

Ledia mengatakan, RUU ini penting karena mayoritas penduduk Indonesia masih orang Islam yang menurut ajaran agamanya harus memenuhi kehalalan makanan, minuman, maupun bahan lain yang dikonsumsi. "Bagian dari menjalankan ibadah, bahkan," kata dia.

Karenanya, Ledia mengatakan sertifikasi halal bukan sekadar pemberian atau pemasangan stempel halal, melainkan lebih pada sistem menyeluruh bahwa produk yang dipasarkan untuk konsumen beragama Islam harus halal. Artinya, produsen yang ingin menyasar konsumen dengan kesadaran soal kehalalan produk harus meyakinkan halal atau tidaknya barang tersebut.

"Ini bagian dari memberi jaminan kepada konsumen yang butuh kepastian halal," kata Ledia. Bagi konsumen dengan kesadaran soal produk halal, produk itu tak hanya harus dipastikan memenuhi standar kesehatan maupun berbahan produk halal, tetapi seluruh proses hingga sampai ke tangan konsumen harus dipastikan halal.

"Ada hak konsumen untuk tahu pasti kandungan produk. Itu jelas diatur dalam UU Perlindungan Konsumen," sebut Ledia. Dalam hal ini, kandungan halal dan tidaknya produk itu.

Sebenarnya, tutur Ledia, banyak aturan perundangan yang secara implisit sudah memberlakukan aturan serupa, mulai dari standardisasi kesehatan, misalnya. "Sebenarnya tinggal menjalankan saja semua, dengan memastikan satu poin lagi soal kehalalan," kata dia. Kalau semua berjalan tak ada masalah.

Masalah timbul ketika pemerintah bersikukuh menjadi otoritas tunggal pemilik kewenangan sertifikasi produk halal, lewat instansi semacam Badan Sertifikasi Nasional. Padahal, kata Ledia, DPR tak ingin kewenangan itu hanya ada pada satu lembaga, dengan pertimbangan efisiensi dan keluasan jaringan infrastruktur kelembagaan.

"Yang penting ada standarnya. Seperti ISO, semua sepakat bila standar itu terpenuhi maka produknya berkualitas dengan standar sekian," kata Ledia. Karenanya, ujar dia, DPR pun berpendapat kewenangan dapat diberikan bahkan ke lembaga berbasis masyarakat, tak harus juga dari Majelis Ulama Indonesia, sepanjang standarnya sudah disepakati bersama.

RUU Jaminan Produk Halal, kata Ledia, hanya mengatur perlu ada badan yang bertindak sebagai regulator. "Tapi, tidak sampai menangani pemeriksaan teknis, (tapi) administratif saja," ujar dia. Pemeriksaan di lapangan diserahkan pada beragam lembaga yang memenuhi persyaratan menjadi lembaga pemeriksa.

"Ini untuk mempercepat dan memperluas jangkauan sertifikasi halal, menekan biaya, dan lain sebagainya," kata Ledia. "Yang penting standar sama, clear, dan transparan." Bahkan, dalam RUU inisiatif DPR, disebutkan pula perlunya insentif dari pemerintah bagi UMKM yang ingin mendapatkan sertifikasi halal untuk produknya.

Sayangnya, kata Ledia, draf usulan pemerintah baru masuk ke DPR pada 2 Desember 2013. Hingga hari ini, belum ada kemajuan berarti. "Pagi ini (Kamis, red) Panja akan ada rapat internal untuk membahas kelanjutan pembahasan RUU ini, apa saja yang harus segera dilakukan ke depan," kata dia.

Meski waktu sudah mepet menjelang akhir periode jabatan, Ledia masih optimistis ada cukup waktu menyelesaikan RUU Jaminan Produk Halal. "Asalkan pemerintah mau serius dan tak mengharuskan semua kewenangan diambil. Bisa (selesai)," ujar dia. Pembahasan RUU Jaminan Produk Halal antara lain melibatkan Kementerian Agama, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Perdagangan, BPOM, dan Kementerian Pertanian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com