CIANJUR, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Negara Ani Yudhoyono mengunjungi situs purba Gunung Padang di Desa Karyamukti, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Selasa (25/2) siang.
Kedatangan Presiden SBY, seperti dikutip situs Sekretariat Kabinet, disambut oleh Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana Alam Andi Arief, Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar, Kapolda Jabar Irjen M Iriawan.
Ikut hadir Menteri Koperasi dan UKM Syarief Hasan, Menko Kesra Agung Laksono, putra bungsu Presiden Edhi Baskoro Yudhoyono.
Di situs purba ini Presiden dan rombongan disambut marching band dari SMK Cempaka Kabupaten Cianjur. Sebelum menaiki sekitar 700 anak tangga menuju situs Gunung Padang, tekanan darah Presiden dan Ibu Negara beserta rombongan diukur lebih dulu oleh tim kesehatan.
SBY kemudian memimpin peregangan otot diikuti seluruh peserta rombongan, yang dilanjutkan dengan memimpin doa. "Semoga niat baik kita diridhoi Allah," kata Presiden SBY.
Bukti mahakarya arsitektur purba
Tim Peneliti Mandiri Terpadu Gunung Padang, yang difasilitasi kantor Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana, menemukan struktur bangunan batu buatan manusia di bawah situs purba Gunung Padang.
Hasil survei Tim, yang melakukan penggalian arkeologi dan survei geolistrik pada lereng timur bukit pada Maret 2013, menemukan susunan batu kolom andesit dengan posisi mendekati horizontal memanjang barat-timur.
“Dari posisi horizontal batu-batu kolom andesit dan arah lapisannya, dapat disimpulkan dengan pasti bahwa batu-batu kolom atau "columnar joints” ini bukan dalam kondisi alamiah,” kata Danny H Natawidjaja, Koordinator Tim Peneliti Mandiri Terpadu G Padang di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Tim arkeologi yang dipimpin oleh DR Ali Akbar dari Universitas Indonesia dalam penggaliannya menemukan bukti yang mengonfirmasi hipotesa tim bahwa di bawah tanah Gunung Padang terdapat struktur bangunan buatan manusia. Struktur bangunan tersebut sama seperti struktur teras batu yang sudah tersingkap dan dijadikan situs budaya di atas bukit.
Penggalian juga menemukan material pengisi di antara batu-batu kolom, bahkan di antaranya ada batu kolom yang sudah pecah berkeping-keping, tetapi ditata dan disatukan lagi oleh material pengisi sebagai semen purba.
Semen purba ini juga sudah ditemukan pada tebing undak antara teras satu dan dua dan juga pada sampel inti bor dari kedalaman 1 sampai 15 meter dari pengeboran yang dilakukan oleh tim pada tahun 2012 di atas situs.
Ahli geologi tim dan juga pembina pusat Ikatan Ahli Geologi Indonesia pusat, DR Andang Bachtiar, menemukan fakta yang lebih mengejutkan lagi. Material semen ini mempunyai komposisi utama 45 persen mineral besi dan 41 persen mineral silika. Sisanya adalah 14 persen mineral lempung dan juga terdapat unsur karbon.
“Ini adalah komposisi yang bagus untuk semen perekat yang sangat kuat, barangkali menggabungkan antara konsep membuat resin atau perekat modern dari bahan baku utama silika dan penggunaan konsentrasi unsur besi yang menjadi penguat bata merah,” kata Danny H Natawidjaja.
Tingginya kandungan silika mengindikasikan bahwa semen ini bukan hasil pelapukan dari batuan kolom andesit di sekelilingnya yang miskin silika. Kemudian, kadar besi di alam, bahkan batuan di pertambangan mineral bijih sekalipun umumnya tidak lebih dari 5 persen kandungan besinya sehingga kadar besi "semen Gunung Padang” ini berlipat kali lebih tinggi dari kondisi alamiah.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa material di antara batu-batu kolom andesit ini adalah adonan semen buatan manusia.
Jadi, teknologi masa itu kelihatannya sudah mengenal metalurgi. Satu teknik yang umum untuk mendapatkan konsentrasi tinggi besi adalah dengan melakukan proses pembakaran dari hancuran bebatuan dengan suhu sangat tinggi. Mirip dengan pembuatan bata merah, yaitu membakar lempung kaolinit dan illit untuk menghasilkan konsentrasi besi tinggi pada bata tersebut, jelas Andang.
Indikasi adanya teknologi metalurgi purba ini lebih diperkuat lagi dengan temuan segumpal material seperti logam sebesar 10 sentimeter oleh tim Ali Akbar pada kedalaman 1 meter di lereng timur Gunung Padang. Material logam berkarat ini mempunyai permukaan kasar berongga-rongga kecil dipermukaannya.
Diduga, material ini adalah adonan logam sisa pembakaran (“slug”) yang masih bercampur dengan material karbon yang menjadi bahan pembakarnya, bisa dari kayu, batu bara atau lainnya. Rongga-rongga tersebut kemungkinan terjadi akibat pelepasan gas CO2 ketika pembakaran. Tim akan melakukan analisa lab lebih lanjut untuk meneliti hal ini lebih jauh.
Hasil analisis radiometrik dari kandungan unsur karbonnya pada beberapa sampel semen di bor inti dari kedalaman 5-15 meter yang dilakukan pada tahun 2012 di Laboratorium bergengsi BETALAB, Miami, USA, pada pertengahan tahun 2012 menunjukan umur dengan kisaran 13.000 sampai 23.000 tahun lalu.
Sebelumnya, hasil carbon dating yang dilakukan di laboratorium BATAN dari pasir dominan kuarsa yang mengisi rongga di antara kolom-kolom andesit di kedalaman 8-10 meter di bawah Teras lima juga menunjukkan kisaran umur yang sama, yaitu sekitar 13.000 tahun lalu.
Dari data pengeboran yang dilakukan oleh DR Andang Bachtiar dan juga analisis mikroskopik batuan dari sampel inti bor yang dilakukan oleh DR Andri Subandrio, ahli geologi batuan gunung api dari Lab Petrologi ITB dapat dipastikan bahwa tubuh batuan dengan resistivitas tinggi ini adalah batuan lava andesit, sama seperti tipe batu kolom dari situs Gunung Padang.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.