Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/02/2014, 12:45 WIB
Ary Wibowo

Penulis

Gunung es

Kasus dugaan korupsi Akil dan dinasti politik Atut ibarat gunung es dari berbagai masalah yang mencederai fondasi sebuah negara hukum. Persoalan sosial, ekonomi, hukum, agama, hingga olahraga pun sudah terjangkiti korupsi.

Kalau saja para pelaku korupsi ini menghargai sejarah, seharusnya mereka sadar diri bahwa merekalah yang telah dan akan membuat rakyat Indonesia sengsara. Praktik korupsi dan dinasti politik berdasarkan perspektif sudah dapat diproyeksikan bakal berujung gagalnya sebuah pemerintahan, tak jarang berakhir pahit memilukan.

Penggulingan Soeharto di Indonesia atau Hosni Mubarak di Mesir adalah contoh yang bisa disebut dari pemerintahan yang berakhir duka. Rakyat yang merasa tak dimanusiakan sudah "dikodratkan" sejarah bahwa mereka bakal melawan para tiran.

Padahal, sebaliknya, tak sulit menemukan sosok-sosok inspiratif dalam sejarah sebuah negeri. Di Indonesia, ada Muhammad Hatta, misalnya. Meski pernah menjadi Wakil Presiden Indonesia, Hatta hingga akhir hayatnya bahkan tak bisa membeli sepatu bermerek Bally yang lama dia idamkan.

Guntingan iklan sepatu Bally adalah salah satu simpanan yang ditemukan saat Hatta mangkat. Kalau saja Hatta mau memanfaatkan posisi yang pernah dia punya, sangat mudah bagi dia untuk mendapatkan sepasang sepatu itu. Hatta tinggal meminta tolong kepada para duta besar atau pengusaha yang dia kenal. 

"Kita sudah cukup hidup sederhana begini, yang kita miliki hanya nama baik. Itu yang harus kita jaga terus." Begitu kata Meutia Farida Hatta Swasono, putri sulung Hatta, menirukan kalimat sang ayah kepada ibunya, Rahmi Hatta. (Kompas, 9 Agustus 2002).

Penyakit

Akhirnya, sebuah kesimpulan muncul di benak saya. Ada yang salah di diri kita sendiri dan dalam kehidupan berbangsa. Namun, sepertinya keinginan memperbaiki kesalahan itu kalah oleh keinginan untuk meninggikan diri sendiri.

Kita pun lalai menjadikan sejarah alam sebagai pertimbangan. Banyak ketidakseimbangan antara hukum alam dan perilaku manusia. Padahal, sejarah tak akan pernah terpisahkan dari perjalanan bangsa ini. Dalam banyaknya ketidakseimbangan seperti yang terjadi sekarang, sejarah mencatat bahwa saat itulah beragam bencana alam terjadi.

Bencana memang tetaplah sebuah bencana. Namun, atas sejumlah persoalan masalah kemanusiaan di negeri ini, bencana tersebut rasanya pantas dipahami sebagai "wahyu", ada relasi tak harmonis antara kita dan alam. Ada peringatan yang tercatat dalam sejarah hidup, tetapi kita lalaikan, dan tak kita hormati.

Lagi pula, kita tak dapat membantah "tuduhan" alam. Jika kita ingin membantah, meminjam teori Immanuel Kant, maka alam justru hanya semakin memojokkan kita untuk menerima bahwa selama ini kita memang bangsa barbar sehingga layak menerima kemurkaannya.

Pembarbaran itu hari ini tecermin dari makin banyaknya orang yang tidak puas dengan jatah hidup, dan semakin serakah memperkaya diri lewat korupsi. Pembarbaran yang terjadi karena banyak orang tidak lagi menunjukkan kelemahlembutan, tetapi memakai kekerasan untuk membuat pertikaian dan kejahatan.

Dari letusan Gunung Kelud serta berbagai bencana alam lain di negeri ini, kita seharusnya dapat mengambil hikmah sejarah untuk memproyeksikan masa depan yang lebih baik. Jangan sampai pelajaran berharga tersebut hilang ditelan pengulangan sejarah oleh "penyakit lupa" yang sepertinya diidap bangsa ini, entah sejak kapan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com