Setelah BIN bekerja, Hasanuddin menuturkan, dua duta besar kedua negara juga perlu dimintakan klarifikasinya.
"Untuk memanggil dua dubes, kita harus punya bahan dulu. Makanya, BIN turun dulu cari data-data itu, setelah dapat, diserahkan kepada Presiden, baru memanggil duta besar," kata Hasanuddin di Kompleks Parlemen, Selasa (18/2/2014).
Politisi PDI-P itu mengungkapkan, penanganan isu penyadapan ini sangat bergantung pada sikap Presiden apakah berani memanggil Duta Besar Amerika dan Australia atau tidak. Jika BIN tidak bekerja, Hasanuddin melihat upaya pemanggilan duta besar hanya akan sia-sia.
"Mereka pasti membantah karena kita tidak punya bahannya. Makanya, data itu penting apa saja yang sudah mereka sadap," katanya.
Hasanuddin pun tak terlalu percaya Australia menyadap Indonesia hanya untuk memberikan data kepada Pemerintah AS terkait dengan kasus impor udang dan rokok keretek Indonesia di negeri Paman Sam. Menurutnya, Australia pasti memiliki kepentingan bisnis di dua hal tersebut.
"Kalau dibandingkan penyadapan sebelumnya, ini ecek-ecek. Tapi, bisa jadi Australia punya kepentingan bisnis di situ karena urusan udang, apa kaitannya sama urusan keamanan?" ungkap Hasanuddin.
Lagi-lagi disadap
Nama Indonesia kembali muncul dalam pemberitaan terkait skandal penyadapan oleh Badan Keamanan Nasional (NSA) Amerika Serikat. Kali ini terkait praktik firma hukum Amerika. Kisah ini dimuat dalam harian The New York Times yang dilansir Sabtu (15/2/2014).
Pengacara Amerika masuk dalam daftar nama-nama yang muncul dalam daftar sasaran penyadapan oleh NSA, berdasarkan dokumen yang dibocorkan oleh mantan kontraktor NSA Edward J Snowden. Berdasarkan dokumen itu, NSA disebut memantau setiap firma hukum Amerika yang bekerja mewakili negara asing dalam sengketa perdagangan dengan Amerika Serikat. Salah satu negara asing yang memenuhi kriteria tersebut adalah Indonesia.
Menurut dokumen yang didapat pada Februari 2013, Pemerintah Indonesia telah merekrut sebuah firma hukum Amerika untuk membantu menangani sengketa perdagangan dengan Amerika Serikat. Firma itu diketahui bernama Mayer Brown. Mayer Brown mewakili Indonesia menangani dua gugatan terkait pelarangan penjualan rokok keretek asal Indonesia di Amerika Serikat dan gugatan Amerika terhadap udang impor asal Indonesia yang dituding dijual di bawah harga pasar. Kasus ini sampai dibawa ke World Trade Organization (WTO).
Di dalam kasus penjualan rokok keretek, Pemerintah Indonesia menang. Sementara gugatan Amerika terhadap udang impor asal Indonesia akhirnya dicabut Amerika. Informasi yang didapat NSA ini berasal dari Direktorat Sinyal Australia (ASD). ASD awalnya memberi tahu NSA bahwa mereka melakukan pemantauan komunikasi, termasuk antara pejabat Indonesia dan firma hukum di Amerika Serikat. Disebut dalam dokumen itu, ASD bersedia berbagi informasi dengan NSA.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.