"Padahal kalau kita bicara masalah kenegarawanan, masih banyak sisi-sisi baik yang bisa dipertahankan dari Perppu meskipun (Perppu itu) tidak sempurna," kata Refly di Jakarta, Kamis (13/2/2014) sore.
Menurut Refly, MK seharusnya tidak membatalkan UU itu. Ia menyebutkan, substansi UU itu seperti syarat keanggotaan partai politik, pembentukan panel ahli, dan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) seharusnya dipertahankan.
"Kalau seandainya masalahnya adalah keterlibatan KY (Komisi Yudisial) dalam proses pembentukan, oke KY bisa dipotong. Tapi MKHK masih bisa tetap ada sehingga kalau ada perilaku hakim yang menyimpang, kita bisa mengadukan," katanya.
Refly juga berpendapat, MK tidak membuat putusan hukum yang rasional, melainkan putusan yang berdasarkan pada reaksi emosional para hakim konstitusi akibat kuatnya tekanan publik. Istilah-istilah yang digunakan MK dalam pertimbangan hukumnya, kata Refly, tidak tepat.
"Ada stigmatisasi, penyelundupan hukum, contempt of court, dan lain sebagainya," ujarnya.
Seperti diberitakan, MK memutuskan membatalkan UU MK hasil revisi dan memberlakukan kembali Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Dengan putusan tersebut, substansi UU No 4 Tahun 2014 yang menyangkut persyaratan calon hakim konstitusi, pembentukan panel ahli, dan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) menjadi hilang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.