"Kekalahan UU MK dalam judicial review jelas suatu yang wajar karena UU yang berasal dari Perppu ini sejak kelahirannya memang ganjil. Asumsi Presiden bahwa ada keadaan darurat itu tak bisa diterima," kata anggota Komisi III DPR, Fahri Hamzah, dalam pernyataan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (14/2/2014).
Fahri menjelaskan, tak adanya situasi darurat karena setiap hakim MK yang berhenti atau diberhentikan sudah terdapat mekanisme pergantian yang sesuai konstitusi. Ia menganggap, berhenti atau dihentikannya hakim MK bukan suatu hal darurat karena semua telah memiliki mekanisme suksesinya.
Politisi PKS itu melanjutkan, ketentuan tambahan yang terdapat dalam UU MK tersebut tidak berguna. Salah satunya mengenai keterlibatan panel ahli Komisi Yudisial yang dinilainya akan menambah kerumitan dalam rekrutmen calon hakim konstitusi.
"Tambahan dalam UU itu membuat rumit proses. Ketentuan lama itu Sudah bagus sebab itu mewakili ketiga kekuatan pengusul; DPR, MA dan Presiden sebagai kekuatan legislatif, yudikatif dan eksekutif," ujarnya.
Mengenai pengawasan hakim, kata Fahri, ia mendukung semua lembaga yudikatif harus memiliki mekanisme pengawasan internal untuk menghindari intervensi dari eksternal. Ia menegaskan, independensi lembaga hukum merupakan suatu hal yang mutlak. Fahri mengimbau agar Presiden SBY mengevaluasi persepsinya mengenai keadaan darurat lembaga hukum. Ia khawatir sikap kepala negara terkait krisis MK akan menjadi bumerang pada kelanggengan masa pemerintahan Presiden SBY.
"Kasus Akil (mantan Ketua MK Akil Mochtar) dan penggeledahan kantor MK adalah tindakan berbahaya bagi wibawa hukum. SBY harus sadar bahwa kerusakan ini juga bisa membuat SBY dan keluarganya menjadi korban berikutnya dari ketidakpastian hukum ini," kata Fahri.
Sebelumnya, MK dalam putusannya telah membatalkan UU Nomor 4/2014 dan memberlakukan kembali UU No. 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Batalnya UU No. 4/2014 ini berarti telah membatalkan adanya panel ahli yang akan menyeleksi bakal calon hakim konstitusi, pengawasan hakim konstitusi melalui Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK), dan syarat hakim konstitusi harus tujuh tahun telah lepas dari ikatan partai politik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.