JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Abdul Hakam Naja mendukung wacana pemberian sanksi bagi kelompok golput. Namun, Hakam menilai sanksi sebaiknya dijatuhkan kepada kelompok yang menggerakkan golput, bukan pemilih golput.
"Bisa saja diberikan sanksi, tapi kalau ajak orang untuk mendeligitimasi proses demokrasi yang sudah diwajibkan. Bukan orang yang golput," ungkap Hakam di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (13/2/2014).
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengungkapkan, sanksi terhadap kelompok golput sudah diterapkan di Australia. Di Negeri Kanguru itu, kata Hakam, setiap warga negara diwajibkan untuk menggunakan hak pilihnya. Jika tidak mau memilih, maka warga negara itu harus memberikan surat keterangan.
"Sedangkan di Indonesia, memilih adalah hak. Jadi tidak bisa dijatuhi sanksi. Kalau mau diberi sanksi, ke yang ajak golput," tutur Hakam.
Untuk memasukkan aturan soal sanksi terhadap penggerak golput, kata Hakam, nantinya akan diatur dalam revisi Undang-undang Pemilu yang akan dibuat oleh DPR periode 2014-2019. Revisi Undang-undang Pemilu, sebut Hakam, akan menjadi tugas berat DPR periode selanjutnya karena harus menyesuaikan tahapan pemilu yang diputuskan secara serentak antara pemilihan legislatif dan pemilihan Presiden.
"Jadi aturan soal golput, bisa juga dimasukkan ke dalamnya," tutur Hakam.
Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Tantowi Yahya mengusulkan agar pemilih golput diatur dalam undang-undang sehingga bisa dijatuhi sanksi. Menurut Tantowi, sanksi terhadap kelompok golput perlu mulai dipikirkan lantaran ancaman golput di Indonesia cukup memprihatinkan.
"Sebenernya kita bisa memberlakukan undang-undang yang sama dengan di negara lain bahwa memilih sifatnya wajib. Kalau tidak, dia akan dikenakan sanksi tertentu," ujar Tantowi.
Anggota Komisi I DPR itu menjelaskan, kelompok golput ini mengancam legitimasi para pemenang pemilu nantinya. Jika suara golput lebih banyak daripada suara dari caleg terpilih, sebut Tantowi, bisa jadi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga parlemen akan semakin pudar. Selain itu, Tantowi berpendapat suara golput yang tak terpakai ini bisa dimanfaatkan untuk kecurangan.
"Suaranya bisa jadi akan dipergunakan oleh tangan-tangan nakal mengonversi itu menjadi suara dari caleg-caleg tertentu," ucap Tantowi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.