"Negara memang sebaiknya menyediakan anggaran untuk parpol itu. Salah satunya untuk saksi seperti ini," ujar Jimly di Kantor DKPP, Jakarta Pusat, Senin (3/2/2014). Ia menilai, pendanaan honor saksi parpol merupakan solusi yang adil bagi semua pemangku kepentingan pemilu.
"Partai itu kita harapkan bisa membantu proses pemberantasan korupsi di masa depan dengan mulai dari dirinya sendiri," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu. Ia mengatakan, tidak ada yang salah jika negara ikut membiayai parpol.
Menurut Jimly, yang salah adalah wacana itu mencuat secara mendadak menjelang hari pemungutan suara. "Idenya mendadak. Undang-undang sudah jadi. Kok begini? Cepat-cepatan. Padahal, ide semula dari Bawaslu kan berharap ada dukungan anggaran untuk dua orang mitra PPL (panitia pengawas lapangan)," lanjut Jimly.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk membiayai honor saksi parpol yang akan ditempatkan di setiap TPS. Hal itu dinyatakan untuk mengantisipasi kekurangan dana yang kerap dikeluhkan parpol.
"Pemerintah juga mengakomodasi anggaran saksi parpol di setiap TPS. Ada 12 saksi parpol. Biayanya bukan dari parpol, tapi dari pemerintah. Itu keluhan dari parpol, tidak bisa mendatangkan saksi karena tidak ada anggaran," ujar Ketua Bawaslu Muhammad di Jakarta, Senin (20/1/2014).
Muhammad mengatakan, setiap saksi dibayar Rp 100.000 untuk mengawasi pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS. Untuk honor saksi parpol, pemerintah menganggarkan Rp 660 miliar.
"Ini dalam rangka memastikan proses pengawasan pemilu," lanjut Muhammad. Wacana itu menuai kontroversi. Pemantau pemilu dan sebagian partai politik keberatan dengan pembiayaan honor saksi parpol oleh negara tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.