Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Max: Pemecatan Dewan Pengawas TVRI Politis

Kompas.com - 29/01/2014, 11:03 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi I DPR, Max Sopacua, menuding ada motif politis di balik keputusan Komisi I memecat Dewan Pengawas (Dewas) TVRI. Menurut Max, pemecatan Dewas sengaja dilakukan untuk membuat TVRI tak berperan optimal pada Pemilu 2014.

"Ini ada upaya TVRI mau dihancurkan supaya tak berfungsi di Pemilu 2014," kata Max, saat dihubungi, Rabu (29/1/2014).

Politisi Partai Demokrat itu mengungkapkan, dalam rapat internal di Komisi I DPR, ada enam fraksi yang menolak pembelaan Dewas, sementara tiga fraksi lainnya, yakni Demokrat, Gerindra, dan PKB, menerima pembelaan Dewas dan tak setuju Dewas dipecat.

Saat dilakukan pemungutan suara, 28 anggota Komisi I sepakat Dewas dipecat, dan 13 anggota lainnya tidak sepakat terhadap pemecatan tersebut. Sampai saat ini, Max mengaku masih tak memahami di mana kesalahan Dewas. Ia mengatakan, sangat tak adil jika Dewas dipecat hanya karena tak mengikuti komitmen dari Komisi I tentang pemecatan direksi TVRI.

"Apa karena tak mengikuti komitmen sehingga tersinggung?" ujarnya.

Dengan pemecatan itu, secara otomatis Dewas TVRI dianggap kehilangan wewenangnya. Padahal, menurut Max, keputusan dari Komisi I hanya bersifat rekomendasi, dan pemecatan sah setelah ada surat resmi yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Seperti diberitakan sebelumnya, Komisi I DPR memutuskan untuk memecat Dewas TVRI periode 2012-2017. Keputusan itu diambil berdasarkan pemutngutan suara dalam rapat internal yang digelar Komisi I DPR pada Selasa (28/1/2014) siang, di Gedung Parlemen.

Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menjelaskan, sebelum memutuskan pemecatan Dewas TVRI, Komisi I DPR mendengarkan pandangan seluruh fraksi terhadap pembelaan Dewas TVRI yang disampaikan sepekan sebelumnya. Hasilnya, mayoritas fraksi menolak pembelaan dari Dewas TVRI.

Selanjutnya, kata Mahfudz, Komisi I DPR akan memberikan hasil keputusan ini kepada pimpinan DPR untuk diteruskan ke Presiden Republik Indonesia. Sesuai undang-undang, Presiden wajib menindaklanjutinya dengan menerbitkan surat pemberhentian Dewas TVRI dan melakukan rekrutmen serta seleksi bakal calon Dewas TVRI yang baru untuk kemudian diajukan ke DPR untuk diuji kepatutan dan kelayakannya.

Proses rekrutmen Dewas TVRI ini penting karena berkaitan dengan pembentukan direksi TVRI yang baru untuk melakukan pembahasan pencairan anggaran yang dibintangi oleh DPR. Dibintanginya anggaran TVRI itu merupakan sanksi pada keputusan Dewas TVRI yang memecat hampir semua direksi TVRI. Anggaran yang dibintangi adalah anggaran operasional siaran. Sementara, untuk anggaran gaji pegawai dan operasional kantor, DPR tetap menyetujuinya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com