Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/01/2014, 10:25 WIB

KOMPAS.com - SETELAH gagal meraih kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, Partai Bulan Bintang kembali mengikuti kontestasi pada pemilu tahun ini. Ketokohan Yusril Ihza Mahendra masih menjadi ikon untuk menarik simpati pemilih menghadapi medan tantangan keempatnya. Catatan terbaik pernah ditorehkan Partai Bulan Bintang pada Pemilu 1999. Partai yang menamakan diri Bulan Bintang, sebuah sebutan bagi keluarga besar pendukung Masyumi, ini mampu meraih 2,05 juta suara atau 1,94 persen pada ajang kontestasi tersebut.

Dengan dukungan tersebut, Partai Bulan Bintang (PBB) berhasil menempatkan 13 wakilnya sebagai elite politik tingkat nasional yang duduk di kursi DPR. Di tingkat provinsi, kecuali di Provinsi Bali, PBB dapat menempatkan setidaknya satu wakil untuk duduk di DPRD tingkat I. Selain itu, partai ini juga berhasil menempatkan ketua umumnya duduk di kursi kabinet menteri.

Prestasi tersebut cukup signifikan bagi partai baru seperti PBB mengingat tidak semua partai peserta pemilu mampu menempatkan wakilnya di parlemen dan eksekutif. Dengan basis massa di daerah Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Gorontalo, dan Sumatera Selatan membuat PBB ikut diperhitungkan dalam konstelasi politik nasional pada waktu itu hingga Pemilu 2004.

Hingga pemilu tahun 2004, PBB masih diperhitungkan dalam konstelasi politik nasional dengan tokohnya, Yusril Ihza Mahendra. Partai dengan visi mewujudkan kehidupan masyarakat Indonesia yang Islami ini mengusung ide besar Islamic modernism. Didasari keyakinan bahwa Islam adalah ajaran universal yang berisi pedoman etik dan petunjuk-petunjuk untuk menyelesaikan persoalan hidup, dunia, dan akhirat, ide besar tersebut dapat ditransformasikan ke dalam gagasan-gagasan politik.

Namun, kegemilangan itu mulai terkikis pada Pemilu 2009. Perolehan suaranya turun. Partai ini meraih simpati 1,86 juta atau 1,79 persen dari total suara sah nasional. Kursi di parlemen nasional pun hilang akibat aturan pemilu, yaitu ketentuan parliamentary threshold 2,5 persen suara sah nasional.

Elektabilitas

Pada pemilu tahun ini, PBB kembali masuk arena kontestasi. Namun, tantangan yang dihadapi adalah masih kurangnya pengenalan partai kepada masyarakat. Hal ini menjadi salah satu catatan Komite Aksi Pemenangan Pemilu Pusat PBB menjelang Pemilu 2014. Minimnya pengenalan partai dikhawatirkan berpengaruh pada tingkat elektabilitas. Temuan tiga hasil survei Litbang Kompas yang dilakukan sepanjang setahun terakhir ini menangkap fenomena yang hampir sama.

Walau memperlihatkan tren kenaikan, tingkat keterpilihan PBB masih berada di posisi bawah partai yang akan dipilih masyarakat. Survei Desember 2012 menunjukkan sekitar 0,5 persen pemilih yang menyatakan akan memilih partai ini. Satu tahun kemudian, proporsi pemilih yang berencana memilih partai ini menjadi 1,1 persen.

Ketentuan sistem parliamentary threshold pada Pemilu 2009 yang membuat wakil PBB di DPR hilang tampaknya menjadi pelajaran berharga bagi PBB. Menghadapi Pemilu 2014, dengan target perolehan 8 persen suara, PBB menyiapkan sosok-sosok yang potensial menguasai suara pemilih di semua basis massanya.

Selain menyiapkan 11.883 caleg, PBB juga masih mengusung sosok Yusril Ihza Mahendra yang menjadi kekuatan inti partai. Tampilnya sosok Yusril sebagai kandidat calon presiden yang sudah dideklarasikan 8 Desember 2013 diharapkan bisa mendongkrak perolehan suara partai pada Pemilu 2014.

Untuk menghadapi Pemilu 2014, PBB mempunyai strategi khusus. Setidaknya PBB bisa memaksimalkan tiga potensi untuk mendulang suara. Potensi pertama adalah jumlah parpol peserta pemilu yang berkurang jika dibandingkan dengan pemilu sebelumnya.

Kedua, posisi PBB sebagai partai yang tidak berada di parlemen dan pemerintahan menjadikannya terbebas dari isu dan persoalan korupsi yang banyak mendera elite parpol dan pejabat pemerintah. Potensi lain adalah terjadi penurunan elektabilitas di partai-partai Islam lain yang basis dukungannya sama dengan PBB.

Potensi pemilih

Bagaimana karakteristik pemilih PBB saat ini? Bagaimana penilaian masyarakat terhadap partai ini? Hasil survei Litbang Kompas juga menunjukkan, para pemilih dalam survei dikelompokkan dalam dua besaran, yaitu mereka yang memberikan skor tinggi (di atas skor rata-rata penilaian terhadap kinerja PBB) dan mereka yang memberikan skor rendah (di bawah skor rata-rata penilaian kinerja PBB).

Berdasarkan karakteristik demografi pemilih, apresiasi lebih tinggi diberikan para pemilih berjenis kelamin laki-laki dibandingkan dengan perempuan, pemilih berdomisili di pedesaan ketimbang perkotaan, serta mereka yang bermukim di provinsi-provinsi di Pulau Jawa. Sementara dari sisi usia, penilaian terbanyak dari responden yang berusia 31-50 tahun. Inilah salah satu kelompok potensial pendukung PBB.

Karakter pemilih berdasarkan psikopolitik menempatkan PBB sebagai partai yang cukup besar diapresiasi kalangan pemilih berkarakter konservatif. Karakter pemilih ini cenderung tetap mempertahankan ideologi PBB tetap seperti dulu. Sejauh mungkin menghindari perubahan progresif. Karakter pemilih yang sebagian besar berdomisili di Jawa, ketokohan Yusril, dan spirit optimisme para pendukungnya dapat dijadikan modal menghadapi medan tantangan pemilu tahun ini.
(YOGA PRASETYO/LITBANG KOMPAS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Nasional
Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Nasional
PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

Nasional
Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Nasional
Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali Saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali Saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Nasional
Halalbihalal Merawat Negeri

Halalbihalal Merawat Negeri

Nasional
Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com