Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ironi Pencalonan DPR

Kompas.com - 23/01/2014, 13:16 WIB


Sebuah ironi sedang terjadi dalam sistem politik bangsa ini. Uang dan kepentingan, tanpa etika, menjadi modal utama untuk menjadi "wakil rakyat".

Seleksi calon wakil rakyat tak ubahnya seperti melamar pekerjaan. Partai politik memasang iklan mencari calon anggota legislatif. Si calon pun berdatangan mengadu nasib. Bahkan, ada calon yang sengaja mendaftar di dua parpol.

Setelah daftar calon sementara diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum, sejumlah caleg mengeluhkan mahalnya ongkos politik. Anggota DPR petahana mengeluhkan biaya menjadi caleg pada Pemilu 9 April 2014 lebih mahal. Ada yang harus menyediakan dana hingga Rp 2 miliar. Biaya itu dimaksudkan untuk membuat baliho, membayar saksi, dan biaya lainnya.

Ada juga realitas lain yang memprihatinkan. Ada anggota DPR 2009-2014 yang mundur di tengah jalan karena ingin berkonsentrasi di partai. Namun, dalam Pemilu 9 April 2014, anggota DPR yang mundur itu mencalonkan diri lagi sebagai anggota DPR 2014-2019, sementara jabatan di partai tetap digenggamnya.

Etika dan fatsun politik tak lagi jadi pegangan. Sejumlah menteri menjadi calon anggota legislatif pada Pemilu 2014. Posisi menteri tampaknya bukan lagi status politik tertinggi. Pada satu saat nanti, para menteri itu bisa menyandang jabatan rangkap sekaligus: ya eksekutif, ya legislatif! Yang diawasi maupun yang mengawasi sekaligus! Inilah ironi seleksi calon anggota parlemen di Indonesia.

Bisa dibayangkan bagaimana jalannya pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang akan berakhir pada 20 Oktober 2014 ketika sejumlah menteri turun berkampanye dalam pemilu legislatif. Bisa dibayangkan pula apa yang akan dilakukan menteri yang punya kewenangan membuat kebijakan dan kebijakannya bisa digunakan untuk mengantarkan dirinya lagi ke parlemen.

Dalam format politik inilah kita bisa membayangkan wajah DPR 2014-2019. DPR yang bakal dipenuhi kelompok pemodal atau anggota yang dikontrol pemodal. Atau mantan menteri yang berubah posisi dari eksekutif ke legislatif. Atau anggota DPR yang tersangkut masalah hukum atau pesohor. Sebenarnya masih ada waktu bagi caleg mengintrospeksi diri, apakah langkah politiknya pantas?

Fenomena ini membenarkan temuan Pramono Anung. Dalam disertasi doktornya, Pramono mengatakan, motivasi menjadi anggota DPR adalah semata-mata untuk kekuasaan dan ekonomi.

Lalu, di mana rakyat? Rakyat akan teralienasi dari wakilnya. Akibatnya, rakyat akan mencari jalan sendiri ketika aspirasinya terbungkam! Pemilu adalah hari penghukuman bagi anggota DPR maupun partai yang terbukti tidak memperjuangkan aspirasi rakyat. Saatnya pemilih menyatakan "tidak" pada partai maupun caleg yang tak punya hati dengan problematika yang dihadapi rakyat dan kemudian menjatuhkan pilihan pada partai atau sosok yang masih bisa menumbuhkan harapan pada Indonesia yang lebih baik.

Catatan: artikel ini adalah Tajuk Rencana Kompas edisi 24 April 2013 yang meraih penghargaan Adinegoro 2013.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com