Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Megawati: Sosok Itu Harus Taat Konstitusi

Kompas.com - 17/01/2014, 09:21 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Tanpa bermaksud merendahkan partai politik lain, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri di kediamannya, Jalan Teuku Umar, Jakarta, Senin (6/1/2014), mengatakan, ”Saya ketawa lho, kalau melihat sekarang, memilih presiden, kok, seperti memilih pemain sinetron.”

”Bukannya saya merendahkan, tetapi harus tahu rekam jejak orang yang akan memimpin republik yang besar sekali ini. Sosok (pemimpin ideal) itu harus taat kepada konstitusi,” kata Megawati, dalam wawancara khusus dengan Kompas.

Pernyataan Megawati itu disampaikan saat banyak orang menantikan keputusannya mengenai sosok calon presiden yang akan diajukan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) untuk pemilihan presiden pada Juli 2014.

Dalam wawancara ini, Megawati mempertanyakan metode yang digunakan sejumlah partai politik untuk memilih calon presiden mereka. Ada partai berjuang keras mencari kandidat calon presiden (capres) dengan metode konvensi. Ada pula yang menggunakan strategi dengan mendorong musisi dangdut senior menjadi capres mereka.

”Tanya mereka yang akan nyalon. Pernahkah mereka pergi ke pulau kecil di ujung timur (Indonesia),” ujar Megawati. Dengan panjang lebar, dia menjelaskan jumlah pulau dan batas terluar wilayah. Ia menjabarkan kekayaan alam Indonesia, yang memicu keinginan asing kembali ”menjajah” setelah dulu selama 350 tahun bercokol di Nusantara.

Megawati menyampaikan pula gagasannya supaya Indonesia
sejajar dengan negara maju, dengan terlebih dahulu memperkuat kemampuan bangsa ini. ”Bukan saya anti asing, melainkan kita harus punya harga diri,” ujarnya.

Ia menyinggung soal negara- negara penggerak ekonomi dunia saat ini yang dikenal sebagai BRIC—Brasil, Rusia, India, dan China. ”Awalnya, saya kira, ’I’ itu Indonesia, eh, ternyata India,” kata Megawati. ”Tidak apa-apa kan kalau kemudian ’I’ (di BRIC) jadi dua. Indonesia baru India,” ujarnya.

Berbincang dengan Megawati seperti menghadiri kuliah tentang sejarah bangsa. Ia duduk dikelilingi lukisan-lukisan besar Soekarno dan Megawati. Anak proklamator ini juga berulang-ulang menyebut Pancasila.

”Maaf saja banyak partai yang tidak bisa menerangkan ideologinya,” kata Megawati.

Pada 41 tahun lalu, PDI merupakan fusi dari PNI, Parkindo, Partai Katolik, Murba, dan IPKI. Lima partai itu punya latar belakang, sejarah, dan ideologi yang berbeda. Setelah fusi, menurut Mega, dirinya menginternalisasikan ajaran Bung Karno dan Pancasila.

Saat baru menjadi Ketua Umum PDI-P, menurut Megawati, kader PDI-P antara lain terdiri dari preman, tukang becak, ataupun tukang sapu. ”Mereka menjadi pemimpin struktur partai karena loyal kepada Bung Karno. Mengapa loyal? Karena tahu Bung Karno itu proklamator yang memerdekakan Indonesia. Juga karena Pancasila, mereka bisa mendapat makan, dapat sejahtera,” tuturnya.

Ajaran Trisakti dari Bung Karno juga disebut Megawati. Trisakti mengajarkan agar berdaulat di bidang politik, berdiri di atas kaki sendiri (berdikari) di bidang ekonomi, serta berkepribadian di bidang kebudayaan.

”Saat memimpin PDI-P dengan kader preman-preman itu, saya diolok-olok,” kenang Megawati. ”Saya biarkan karena mereka (kader PDI-P) rakyat kita. Saya didik mereka. Baru setelah dua kali kongres, ada sarjana masuk PDI-P. Ada yang mau ke tingkat bawah untuk melihat (rakyat) di bawah,” katanya.

Menurut Megawati, pemimpin harus mempunyai kesabaran revolusioner. Kesabaran yang bergerak, tidak hanya menunggu. ”Kami harus melakukan sesuatu, memperbaiki diri,” katanya. Resepnya, Megawati menegaskan, harus mempunyai roh. Pancasila adalah roh dari PDI-P.

Menurut Megawati, PDI-P kini tidak hanya menghasilkan politisi, tetapi juga kepala daerah yang diacungi jempol warganya. Megawati menyebut nama Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com