"Harus ada aturan yang lebih mengikat soal pertanggungjawaban penggunaan dana reses ini. Misalnya tatib DPR," ujar Arwani di Jakarta, Kamis (16/1/2014).
Regulasi yang lebih ketat soal pengunaan dana reses dipandang penting agar setiap anggota DPR mempertanggungjawabkan dana reses yang dimilikinya. Pasalnya, dana reses sejak 2013 mencapai Rp 1,2 miliar per tahun.
Dia mengatakan, tidak semua anggota DPR mengelola dana reses dengan turun ke daerah pemilhannya (dapil) untuk kepentingan menampung aspirasi konstituennya. Bahkan, kata ada anggota DPR yang sama sekali tidak pernah turun ke dapil selama masa jabatannya.
"Ada satu atau dua orang yang sama sekali tidak pernah turun ke dapil. Dia hanya mengirim stafnya saja ke dapilnya," kata Arwani.
Ketua Komisi V DPR itu mengatakan, oknum anggota DPR yang hanya mengirim stafnya untuk mengunjungi dapilnya merupakan pejabat tinggi di partai. Namun, dia tidak menyebutkan siapa oknum yang dimaksud.
Anggota Badan Pengurus Komunitas Indonesia untuk Demokrasi (KID) Abdul Hakim Garuda Nusantara mengatakan, dana reses sangat mudah disalahgunakan oleh anggota DPR. Pasalnya, tidak ada aturan yang ketat mengenai penggunaan dana reses dan mekanisme pertanggungjawabannya.
"Tidak ada standar performa pelaksanaan aktivitas reses. Sehingga, kalau ada pelanggaran oleh anggota DPR, yang bersangkutan tidak bisa dimintai tanggung jawab," ujar Hakim.
Ia mengatakan, karena aturan yang tidak jelas, jika ada penyalahgunaan, tidak mudah bagi publik dan penegak hukum untuk mengajukan tuntutan secara hukum.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.