KOMPAS.com - Lebih dari 3.000 orang berkumpul di lapangan Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, menjelang akhir tahun 2013. Dengan antusias, mereka mengikuti acara yang digelar Partai Nasdem yang menghadirkan ketua umum partai itu, Surya Paloh, dan para tokoh Nasdem setempat.

Seusai mengikuti acara pelantikan pengurus Nasdem tingkat kecamatan dan desa itu, warga tetap bertahan di lapangan untuk menikmati hiburan musik dangdut walau gerimis mulai turun.

”Kalau massa bayaran, selesai acara pasti bubar. Namun, mereka masih bertahan walau acara sudah lama selesai. Tidak ada wajah terburu-buru pulang,” kata Surya Paloh yang dalam dua tahun terakhir rajin berkunjung ke sejumlah wilayah di Indonesia.

Nasdem, salah satu partai baru di Pemilu 2014, ada di urutan kelima dalam survei Litbang Kompas yang disajikan (7/1) dengan dukungan 6,9 persen atau hanya terpaut 0,01 persen dari Partai Demokrat yang menjadi pemenang Pemilu 2009.

Partai Nasdem mengklaim sebagai partai modern dengan komitmen menjaga keutuhan Indonesia dalam keberagaman sebagai harga mati. ”Kami menolak istilah mayoritas dan minoritas karena itu berarti Indonesia tidak setara,” kata Surya Paloh sembari mengungkapkan optimismenya, angka dukungan untuk Partai Nasdem masih akan bertambah menjelang dan saat Pemilu Legislatif, April 2014.

Sebagai partai politik modern, kata Surya Paloh, Nasdem harus meninggalkan cara-cara konvensional dan transaksional. Para calon anggota legislatif partai itu tidak dipungut biaya sepeser pun. Partai malah menyiapkan logistik untuk kampanye para calegnya. Logistik itu bukan dalam bentuk uang, melainkan sarana kampanye bagi para kandidat.

”Silakan cek, partai mana yang memiliki pengurus sampai 85 persen di tingkat desa di seluruh Indonesia. Partai Nasdem juga hadir di desa-desa perbatasan yang selama ini tidak disentuh. Kami hadir hingga Pulau Marore yang berbatasan dengan perairan Filipina untuk menjaga komitmen keindonesiaan. Di daerah perbatasan lain di Indonesia juga dibentuk pengurus Partai Nasdem,” kata Surya Paloh.

Ruang komando Nasdem di Gondangdia, Jakarta Pusat, yang dioperasikan puluhan administrator teknologi informasi dan petugas pemutakhiran data menjadi sarana untuk mengukur kinerja mesin politik partai.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Nasdem Enggartiasto Lukita menerangkan layar-layar monitor di ruang komando itu dapat menampilkan jumlah kader, anggota inti, dan kinerja partai hingga tingkat kecamatan dan desa secara real time.

”Kami bisa tahu kuat di mana dan lemah di mana,” ujar Enggartiasto. Hingga Sabtu (11/1), jumlah kader Nasdem di seluruh Indonesia sudah melampaui 14,2 juta orang.

Pelangi Indonesia

Keberagaman sebagai Pelangi Indonesia menjadi ciri khas Partai Nasdem yang ditampilkan dalam sosok para calegnya yang umumnya berusia muda dan tokoh dari berbagai bidang. Ketokohan dan profesionalitas para caleg tersebut menjadi daya
tarik untuk meraih dukungan masyarakat yang mulai apatis terhadap politik dan partai politik.

”Kami bertekad mengubah Indonesia lewat gagasan di DPR,” kata Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Rio Capella.

Warna-warni para caleg Partai Nasdem memang menarik. Dari keluarga habib adalah Salim Shihab yang menjadi caleg di Jakarta Timur. Diennaryati Tjokrosuprihatono, cucu pahlawan Indonesia, Muhammad Husni Thamrin, bertarung di DKI. Ulung Rusman, aktivis Tionghoa, menjadi caleg di Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Mantan atlet bulu tangkis Ricky Subagja juga menjadi caleg partai itu dan bertarung di daerah pemilihan Bandung Raya. Sementara Effendy Choirie bertarung di Jawa Timur, di basis pendukung Nahdlatul Ulama.

Sejumlah mantan jurnalis, seperti Desi Fitriani, Virgie Baker, dan Joice Triatman, juga bergabung dengan Nasdem.

Surya Paloh menyatakan, semua warna politik dan ideologi terwakili dalam wajah Nasdem. ”Kalau hasil pemilu legislatif masuk tiga besar, kami baru bicara pilpres. Saat ini masih ada waktu untuk menambah dukungan bagi caleg Nasdem ke 10 persen,” katanya optimistis.

Meski menggarap daerah perbatasan, fokus utama pertarungan Nasdem tetap di Pulau Jawa dan Sumatera. Pencapaian pada 9 April 2014 akan membuktikan apakah partai ini akan menjadi bayi ajaib politik Indonesia? (Wisnu Nugroho, Iwan Santosa)