KOMPAS.com - Dalam kurun waktu setahun terakhir, penetrasi politik Partai Golkar pada massa pemilih melambat. Namun, dibandingkan dengan partai lain, hanya Golkar yang menghasilkan paling banyak calon presiden, yang kini satu sama lain bersaing ketat.
Survei pemilih Kompas menunjukkan kecenderungan stagnasi dukungan kepada Golkar. Jika pada Desember 2012 Golkar masih menguasai posisi puncak, dengan dukungan 15,4 persen pemilih, belakangan mulai tersalip Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Saat ini, dukungan terhadap Golkar diperkirakan 16,5 persen.
Jika kondisi demikian tetap berlangsung, hal itu akan menjadi batu sandungan bagi Golkar dalam Pemilu 2014. Padahal, dari sisi potensi massa pemilih, jika Golkar dapat ditafsirkan sebagai induk genealogi partai-partai politik nasionalis ”tengah” yang saat ini berkiprah, ceruknya lebar dan dalam.
Apabila proporsi dukungan yang kini dikuasai Golkar dipadukan dengan karakter dukungan yang dimiliki Partai Nasdem, Hanura, atau Gerindra yang para pemimpinnya pernah memiliki peran di Golkar, tidak kurang dari 41 persen massa pendukung yang terkuasai. Proporsi sebesar itu jelas menjadi ceruk dukungan yang sulit ditandingi oleh kekuatan mana pun.
Ceruk tersebut diisi kalangan beragam latar belakang. Hasil survei ini menunjukkan, baik dari sisi jenis kelamin, jenjang pendidikan, status ekonomi, perimbangan agama, maupun perimbangan geopolitik Jawa-luar Jawa, semua mencerminkan miniatur populasi masyarakat negeri ini. Agak membedakan dengan ceruk kekuatan politik lainnya jika dilakukan pemilahan psikografik.
Berdasarkan dikotomi pragmatis-idealis, misalnya, warna pragmatisme mendominasi para pemilih di ceruk ini. Di sisi lain, kecenderungan para pemilih yang bersifat konservatif agak kuat melekat ketimbang mereka yang berkarakter progresif. Para pendukungnya tampak lebih banyak yang mengagungkan nilai kesetaraan dalam struktur sosio-politik masyarakat daripada yang bersifat hierarkis.
Namun, faktanya, ceruk dukungan itu terkoyak. Terpecah, membentuk kelompok-kelompok dukungan dalam naungan beberapa partai. Pengelompokan dapat diidentikkan dengan sosok yang membangun partai itu.
Fakta historis menunjukkan, pada saat sosok-sosok dominan merasa tidak sejalan satu sama lain, saat itu pula partai baru dibentuk. Persoalan semacam ini seolah sudah menjadi rumusan baku dari genealogi partai politik di negeri ini.
Pendukung rapuh
Ancaman stagnasi dukungan bisa jadi kini tengah dihadapi Golkar. Namun, di sisi lain dalam kontestasi politik, perebutan kursi kepresidenan masih berkilau. Empat dari enam deretan atas popularitas calon presiden terkuasai oleh sosok Golkar atau sosok yang pernah bersentuhan dengan partai ini.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.