JAKARTA, KOMPAS.com - Putusan pengadilan tinggi Jakarta yang memberatkan hukuman mantan Direktur Utama IM2, Indar Atmanto dinilai janggal. Jika benar, PT Indosat Tbk akan menempuh upaya arbitrase internasional maupun kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
"Kami akan menempuh jalur hukum yang tersedia termasuk dengan kasasi dan kemungkinan induk perusahaan kami untuk melakukan upaya arbitrase," ujar Alexander Rusli, Presdir & CEO Indosat, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (5/1/2013).
Sikap ini diambil setelah muncul informasi bahwa Pengadilan Tinggi Tipikor telah menolak permohonan banding Indar Atmanto atas kasus kerja sama frekuensi 3G Indosat-IM2. Hakim justru menambah bobot hukuman dari 4 tahun menjadi 8 tahun penjara.
Dari sisi putusan, Alex menganggap bahwa pemberatan hukuman ini justru menambah kejanggalan proses penegakan hukum kasus ini. Pengadilan seperti mengabaikan prinsip keadilan (Fair Trial) karena meniadakan fakta dari saksi hingga bukti-bukti.
Kesaksian dan pernyataan para pelaku industri seperti dari Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), maupun dari pemerintah yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI),
"Pihak Kemenkominfo telah menyampaikan surat sejak awal kepada Kejaksaan Agung bahwa model kerjasama bisnis ini sesuai dg amanah UU 36 tahun 99 tentang telekomunikasi, " ujarnya.
Kasus ini telah menyulut perhatian organisasi telekomunikasi internasional Global System for Mobile Communications Association (GSMA), dan International Telecommunication Union (ITU). Keduanya telah menyatakan bahwa model bisnis kerjasama Indosat dan IM2 adalah sah dan sesuai dengan peraturan yg ada.
Denny AK, selaku pelapor perkara ini justru divonis bersalah dengan hukuman 18 bulan penjara karena terbukti memeras Indosat. "Pada proses peradilan yg terjadi di Pengadilan Negeri Tipikor terlihat begitu gamblang bahwa pihak hakim tidak mengerti perkara," ungkapnya.
Selain materi putusan, Alex menyayangkan sikap Humas Pengadilan Tinggi Jakarta, Achmad Sobari, yang belum memberikan salinan putusan resmi kepada pemohon. Pihaknya justru tahu setelah membaca pernyataan Achmad di salah satu media massa.
"Bahwa pihak Indosat belum menerima pemberitahuan resmi mengenai hal tersebut," ujarnya.
Dalam kasus ini, Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta menjatuhkan vonis 4 tahun penjara dan hukuman denda Rp 200 juta subsider penjara 3 bulan. Indar dianggap terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan melawan hukum dengan menyalahgunakan jaringan 3G/HSDPA milik PT Indosat Tbk.
Atas perbuatan tersebut Indar disangkakan melanggar pasal 2 ayat 1 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Namun, Indar dinilai majelis tidak terbukti memperkaya diri sendiri yang merugikan keuangan negara. Oleh karena itu, Indar dibebaskan dari pidana tambahan uang pengganti.
Sementara itu, PT IM2 dibebani membayar uang pengganti Rp 1,358 triliun atas perkara tersebut. Pasalnya dianggap merugikan negara.
Vonis itu sendiri lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Jakarta. Dimana sebelumnya, Indar dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Perkara tersebut bermula setelah Indar melakukan perjanjian kerja sama dengan PT Indosat untuk penggunaan bersama frekuensi 2,1 GHz. Kerja sama itu dinyatakan melanggar peraturan-perundangan yang melarang penggunaan bersama frekuensi jaringan.
Penggunaan bersama frekuensi tersebut menyebabkan PT IM2 tak membayar biaya pemakaian frekuensi. Kerja sama selama periode 2006 sampai 2012 tersebut menurut Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) merugikan keuangan negara Rp 1,358 triliun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.